Home Esai Hukum Mengambil Makanan Yang Tidak Diketahui Pemiliknya!

Hukum Mengambil Makanan Yang Tidak Diketahui Pemiliknya!

by Arundaya Maulana
6 minutes read
Hukum Makanan Tergeletak/Freepik

PROGRESIF EDITORIAL – Pernahkah sahabat santri melihat makanan yang tergeletak di sebuah meja atau tempat umum lainnya seperti kurma atau gorengan. Lalu anda merasa sayang jika makanan tersebut dibiarkan karena masih utuh dan bersih? Tetapi, ada sesuatu yang mengganjal di hati anda apakah boleh jika makanan tersebut kita ambil karena dipantau sedari tadi memang tidak ada pemiliknya?

Berikut adalah penjelasan menurut Ulama NU dan beberapa sumber yang relevan agar anda bisa memahami hukumnya dan dapat mengambil keputusan terbaik untuk mengambil makanan tersebut jika menemukan kasus yang serupa, selamat membaca!

Dalam kehidupan sehari-hari, ada kalanya seseorang menemukan makanan yang tidak diketahui pemiliknya. Misalnya, seseorang melihat makanan di sebuah tempat umum, di rumah teman, atau di lingkungan kerja tanpa ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Pertanyaannya, apakah boleh mengambil dan memakan makanan tersebut?

Dalam Islam, mengambil sesuatu yang bukan haknya tanpa izin pemiliknya merupakan perkara yang perlu diperhatikan. Islam sangat menekankan prinsip kejujuran dan kehati-hatian dalam menjaga hak orang lain, termasuk dalam urusan makanan. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana hukum Islam mengatur persoalan ini.

1. Jika Makanan Jelas Milik Orang Lain

Apabila seseorang menemukan makanan yang jelas merupakan milik seseorang, tetapi pemiliknya tidak ada di tempat, maka hukumnya haram untuk mengambil dan memakan makanan tersebut tanpa izin. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hak milik orang lain.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)

Ayat ini menegaskan bahwa mengambil sesuatu yang bukan haknya tanpa izin adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Dalam hal ini, meskipun makanan yang ditemukan terlihat sepele, tetap saja itu adalah hak orang lain.

2. Jika Makanan Ditemukan di Tempat Umum dan Tidak Jelas Pemiliknya

Jika makanan ditemukan di tempat umum, seperti di pinggir jalan, masjid, atau tempat umum lainnya, dan tidak diketahui siapa pemiliknya, maka hukumnya harus mengikuti ketentuan barang temuan (luqathah).

Dalam Islam, barang temuan yang tidak diketahui pemiliknya harus diumumkan terlebih dahulu agar pemiliknya bisa mengambilnya. Jika makanan tersebut mudah rusak atau basi sebelum pemiliknya ditemukan, maka ada beberapa kemungkinan hukum:

  • Jika ada tanda kepemilikan, misalnya dalam wadah atau kemasan yang menunjukkan identitas pemilik, maka sebaiknya tetap diumumkan atau dititipkan kepada pihak yang berwenang.
  • Jika tidak ada tanda kepemilikan, dan makanan berisiko basi atau rusak, maka boleh dimanfaatkan dengan syarat bersedekah atas nama pemiliknya jika suatu saat ditemukan.

3. Jika Makanan Ada di Rumah Teman atau Lingkungan Kerja

Terkadang seseorang menemukan makanan di rumah teman atau di tempat kerja yang tampaknya tidak ada pemiliknya. Dalam kondisi ini, ada dua kemungkinan hukum:

  • Jika ada kebiasaan di tempat tersebut untuk berbagi makanan, maka boleh dimakan dengan asumsi bahwa makanan tersebut memang disediakan untuk umum.
  • Jika tidak ada kepastian mengenai kepemilikan makanan tersebut, sebaiknya bertanya terlebih dahulu atau meminta izin sebelum mengambilnya.

Dalam tradisi Islam, meminta izin sebelum memanfaatkan barang orang lain adalah sikap yang dianjurkan agar tidak menimbulkan perselisihan atau kesalahpahaman.

4. Jika Makanan Ditinggalkan di Suatu Tempat

Jika seseorang melihat makanan yang tampaknya sudah ditinggalkan atau tidak diambil oleh pemiliknya dalam waktu lama, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Jika diyakini bahwa pemiliknya sudah tidak membutuhkan makanan tersebut, seperti makanan yang tersisa di meja makan restoran dan tampaknya sudah tidak diambil kembali, maka boleh diambil dengan catatan tidak melanggar aturan tempat tersebut.
  • Jika masih ada kemungkinan pemiliknya kembali, sebaiknya tidak langsung mengambilnya, melainkan menunggu atau menanyakan kepada orang sekitar.

Ulama NU menekankan bahwa prinsip utama dalam Islam adalah menjaga hak orang lain. Oleh karena itu, hukum mengambil makanan yang tidak diketahui pemiliknya bergantung pada beberapa kondisi:

  1. Jika makanan tersebut jelas milik seseorang, maka tidak boleh diambil tanpa izin.
  2. Jika makanan ditemukan di tempat umum dan tidak ada tanda kepemilikan, maka harus diumumkan terlebih dahulu.
  3. Jika makanan berisiko rusak atau basi, maka boleh dimanfaatkan dengan niat menggantinya jika pemiliknya ditemukan.
  4. Dalam kondisi tertentu, jika ada kebiasaan berbagi makanan, maka boleh mengambilnya, tetapi tetap lebih baik meminta izin.

Ulama NU juga menekankan sikap hati-hati dan kehati-hatian dalam mengambil sesuatu yang bukan haknya. Jika ragu, lebih baik menghindari agar tidak terjerumus dalam mengambil hak orang lain secara batil.

Allah SWT telah memberikan pedoman dalam menjaga hak milik orang lain dan tidak mengambil sesuatu dengan cara yang tidak benar.

  1. Larangan memakan harta orang lain dengan cara yang batil
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 29)
  2. Perintah untuk menjaga amanah
    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)
  3. Kewajiban menghindari keraguan dalam mengambil sesuatu
    “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan prinsip kehati-hatian dalam memanfaatkan sesuatu yang bukan miliknya.

  1. Mengambil makanan yang jelas milik orang lain tanpa izin adalah haram dalam Islam.
  2. Jika makanan ditemukan di tempat umum dan tidak diketahui pemiliknya, maka harus diumumkan terlebih dahulu.
  3. Jika makanan berisiko rusak atau basi, boleh dimanfaatkan dengan syarat bersedekah atas nama pemiliknya jika suatu saat ditemukan.
  4. Jika makanan ditemukan di rumah teman atau tempat kerja, lebih baik meminta izin sebelum mengambilnya.
  5. Ulama NU menekankan pentingnya menjaga hak orang lain dan berhati-hati dalam mengambil sesuatu yang bukan miliknya.
  6. Islam mengajarkan prinsip kehati-hatian dan larangan mengambil sesuatu dengan cara yang batil.

Dengan memahami hukum ini, seorang muslim dapat bersikap lebih bijak dan berhati-hati dalam menghadapi situasi di mana makanan tidak diketahui pemiliknya. Prinsip utama dalam Islam adalah menjaga hak orang lain dan tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya tanpa izin.

Bagaimana sahabat santri? Semoga anda memahami hukum dari penjelasan-penjelasan yang sebagaimana telah diterangkan di atas. Singkatnya, selama saya menimba ilmu di Pesantren Progresif Bumi Shalawat ustadz saya berkata bahwa tidak apa-apa kita mengambil makanan tersebut, tapi sekiranya makanan tersebut kemungkinan besar sudah tidak dicari kembali oleh sang pemilik dan makanan tersebut merupakan makanan yang ‘remeh’ misalnya sebutir kurma atau sebuah pisang. 

Bukan makanan yang mahal seperti nasi kebuli satu nampan atau pizza limo! Dan catatan terpentingnya adalah jika kita bertemu dengan sang pemilik dan ia meminta ganti rugi atas makanannya maka kita bisa membayar sesuai harganya misal sepotong roti diganti dengan uang Rp.3000 asal ia ridho, tapi alangkah baiknya jika kita mengganti persis seperti yang kita makan sebelumnya. Namun, jika sang pemilik tidak ingin diganti rugi, maka beruntunglah kita. Intinya sang pemilik ridho dengan apa yang kita perbuat pada makanannya. Biasanya sih kita malah bilang “Ah cuma dikit, ikhlasin aja..” Ini hanya pemahaman saya sebagai seorang santri yang hanya mondok hampir 5 tahun, tentunya masih banyak kekeliruan dan luasnya ilmu yang belum dijelajahi.

Namun, yang paling penting dari semua itu adalah pemahaman kita sebagai mukmin untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT, misalnya dengan penjelasan yang telah disebutkan diharapkan anda tetap berikhtiar atau berusaha untuk menanyakannya kepada kyai kampung atau orang yang ahli dalam hukum-hukum agama Islam yang jelas sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah SAW.

Karena sebagai makhluk yang lemah kita tidak bisa paham dan menerima ilmu dari Allah SWT secara instan kecuali memang diberi izin oleh Allh SWT, yang demikian populer disebut ilmu laduni. Untuk mendapat keridhoan Allah SWT agar kita dipantaskan menerima ilmu-Nya kita harus senantiasa belajar dan giat berusaha dalam menimba ilmu dan beribadah di jalan yang lurus. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah SWT, dengan adanya artikel ini sebagai bentuk ikhtiar dalam berdakwah tentang hukum-hukum Islam. Semoga bermanfaat, terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Wallahu a’lam bish-shawab.

Related Posts

Leave a Comment