Home Opini Jangan Sekali-kali Membanggakan Nasab

Jangan Sekali-kali Membanggakan Nasab

by Abdul Wahid Tamimi
Gus Baha dan Lora Ismael al-Kholili

Dilansir dari akun Facebook Lora Ismael, Gus Baha sempat memberikan dawuh pada zuriat R. KH. Muhammad Kholil (Syaikhona Kholil). “Orang itu kalau keturunan ulama atau wali, dia seharusnya tidak bangga. Tapi, justru sedih dan terbebani jika akhlaq dan pencapaiannya tidak sama dengan mbah-nya.” tuturnya.

Lantas, Gus Baha meminta muridnya, al-Habib Shodiq al-Khirid, untuk membacakan sebuah manaqib dalam buku al-Fawaid al-Mukhtarah karya al-Habib Zain bin Ibrahim bin Smith.

Suatu ketika, para habib berkumpul dan membaca al-Masyra ar-Rawi, buku manaqib habaib Ba Alawi. Kala itu, ada seorang Badui yang ikut menyimak sejak awal.

Ketika pembacaan kitab telah selesai, ia bertanya, “Mereka yang di dalam manaqib ini keluarganya siapa?.”

“Mereka adalah buyut kami.” jawab para habib.

“Alhamdulillah, mereka bukan buyut saya.” timpal sang Badui.

“Jika mereka buyut-mu, itu adalah anugerah.” ucap para habib.

“Tidak.” jawab sang Badui.

“Justru jika mereka adalah buyut saya, saya merasa sangat malu karena amal saya sangat jauh dibandingkan amal mereka.” tambah sang Badui.”.

Gus Baha menutup dawuh-nya setelah manaqib selesai dibacakan. “Jadi anaknya kiai itu ga enak, to?. Misalnya ada orang baca sejarahnya Syaikhona Kholil, kita yang bukan keturunan beliau senyum-senyum aja, ga beban, ga harus niru, kan ga cucunya.” tuturnya sambal tertawa.

Banyak hikmah yang dapat diambil dari kisahtersebut. Salah satu yang paling utama adalah pentingnya rasa malu akan terhormatnya nasab. Apalagi jika amal kita selama ini benar-benar bertolak belakang dengan kebesaran nama leluhur kita.

Baca Juga:  Istirahatkan dirimu dari Urusan yang diatur Allah

Related Posts

Leave a Comment