Home » Berita » Jihad fi Sabilillah: Perjuangan Melawan Hawa Nafsu hingga Menegakkan Kebaikan

Jihad fi Sabilillah: Perjuangan Melawan Hawa Nafsu hingga Menegakkan Kebaikan

by Arventza Martins
1 minutes read

PROGRESIF EDITORIAL – Konsep Jihad fi Sabilillah (Arab: جهاد فِي سَبِيلِ اللَّهِ) sering kali disalahpahami, padahal intinya adalah sebuah perjuangan yang sangat personal dan universal. Secara harfiah, ia didefinisikan sebagai pengerahan segenap kemampuan untuk memerangi musuh dalam rangka meninggikan Kalimat Allah, yang mencakup pertempuran fisik di medan laga, serta pemberian dukungan finansial, logistik, dan bahkan pandangan strategis. Namun, bagi seorang Muslim, makna ‘jihad’ jauh melampaui medan perang.

Dalam konteks yang lebih luas dan lebih manusiawi, jihad adalah sebuah komitmen seumur hidup untuk berjuang melawan segala bentuk kebatilan—baik yang tampak di luar, maupun yang tersembunyi di dalam diri. Musuh terbesar yang harus diperangi seringkali adalah hawa nafsu, kemalasan, ego, dan godaan untuk menyimpang dari nilai-nilai kebenaran. Perjuangan ini menuntut konsistensi dalam menjalankan perintah agama, berpegang teguh pada etika, dan terus-menerus meningkatkan kualitas diri (jihadun nafs).

Sementara jihad militer (qital) adalah manifestasi spesifik dari makna ini, yang dijalankan hanya dalam kondisi tertentu dan di bawah kepemimpinan yang sah, konsep ‘fi sabilillah’ (di jalan Allah) juga merangkul segala upaya kebaikan yang ditujukan semata-mata demi keridhaan-Nya. Seorang pendidik yang berjuang mencerdaskan umat, seorang dokter yang berjuang menyelamatkan nyawa, seorang ilmuwan yang berjuang menemukan kebenaran, atau bahkan seorang aktivis yang bersuara lantang menentang kezaliman (termasuk “jihad paling utama” yaitu menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim)—semuanya dapat dianggap sebagai perjuangan di jalan Allah.

Dengan demikian, Jihad fi Sabilillah bukanlah sekadar seruan untuk berperang, melainkan sebuah dorongan spiritual untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri, menggunakan seluruh potensi yang dimiliki—baik harta, pikiran, tenaga, maupun lisan—untuk menciptakan keadilan, menyebarkan kebaikan, dan meninggikan nilai-nilai ilahiah di muka bumi. Ia adalah prinsip perjuangan tanpa henti yang berakar pada ketulusan niat.

Related Posts

Leave a Comment