PROGRESIF EDITORIAL – Dawuh KH. Agoes Ali Masyhuri mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lisan dan bagaimana peran kata-kata dalam menyampaikan kebaikan. Tiga poin utama yang beliau sampaikan memiliki relevansi yang mendalam dengan ajaran Islam, khususnya dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.
1. Meneladani Mbah Hamid dalam Mengajak Kebaikan
KH. Agoes Ali mengisahkan bagaimana Mbah Hamid Pasuruan selalu mengiringi ajakan sholat subuh dengan tindakan nyata, “Wes digowo no lengo, beras” (dibawakan minyak, beras). Ini menunjukkan bahwa dakwah bukan sekadar lisan, melainkan harus diiringi dengan tindakan yang nyata. Ajakan untuk sholat, berbuat baik, dan taat kepada Allah tidak hanya berupa nasihat verbal, tetapi juga diperkuat dengan pemberian yang menunjukkan cinta dan perhatian.
Ini selaras dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya kesantunan dalam dakwah. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim).
Kisah Mbah Hamid menjadi teladan nyata bagaimana ajakan kebaikan diperkuat dengan pemberian yang membuat orang merasa lebih dihargai dan diperhatikan.
2. Menggunakan Lisan untuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar
KH. Agoes Ali juga mengingatkan, “Hendaklah kita menggunakan lisan untuk mengucap yang baik, mengedepankan amar ma’ruf nahi munkar.” Ucapan adalah senjata utama seorang muslim dalam menegakkan kebenaran dan mengajak orang lain untuk berbuat baik. Dalam Islam, amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh setiap muslim, dan lisan adalah salah satu alat paling efektif untuk itu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).
Ucapan yang baik, nasihat yang benar, serta ajakan menuju kebaikan adalah perwujudan dari perintah Allah ini. Namun, amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan bijak, lembut, dan penuh hikmah, sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam QS. An-Nahl: 125, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
3. Dampak Ucapan Buruk: Mengundang Permusuhan
Poin terakhir dari dawuh beliau adalah peringatan agar kita berhati-hati dalam berbicara. KH. Agoes Ali mengatakan, “Nek ono wong ucapan e elek, ucapan e kotor. Pasti mengundang permusuhan.” Ucapan yang buruk, kasar, dan kotor akan memicu perselisihan. Hal ini sesuai dengan peringatan yang diberikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ucapan buruk bukan hanya menyakiti perasaan orang lain, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial dan menimbulkan kebencian. Oleh karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga lisan agar kita terhindar dari dosa ghibah, fitnah, dan ucapan yang dapat memicu permusuhan.
Allah SWT juga mengingatkan dalam Al-Qur’an: “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.” (QS. Al-Isra: 53).
Dawuh KH. Agoes Ali Masyhuri memberikan kita pengajaran yang mendalam tentang kekuatan lisan dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Ajakan kebaikan harus disertai dengan tindakan nyata, dan lisan kita harus dijaga dari ucapan buruk yang bisa menimbulkan permusuhan. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu berbicara baik, karena lisan adalah cerminan dari hati dan keimanan kita kepada Allah SWT.
Semoga kita senantiasa mampu menjaga lisan kita dan menggunakannya untuk menebarkan kebaikan di sekitar kita.
Sumber: Pengajian ‘Rutin’ Senin bersama KH. Agoes Ali Masyhuri, September (2024).