PROGRESIF EDITORIAL – Lirboyo dan Tebuireng adalah 2 pesantren yang sudah tak diragukan lagi kehebatannya. 2 dari beberapa pesantren terbesar di Indonesia tersebut telah melahirkan banyak ulama dan cendekia. Namun, pesantren tersebut tak bisa lepas dari Pesantren Tarbiyatunnasyiin Paculgowang, terutama KH. Anwar Alwi.
KH. Anwar Alwi lahir di Paculgowang—sebuah desa di Diwek, Jombang—pada 23 Ramadhan 1291 (3 November 1874). Lahir dari pasangan KH. Alwi Dawud dan Hj. Sholihah, ia merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara. Di antara saudaranya adalah Hj. Waritsah, KH. Munshorif, dan KH. Manshur.
Ayahnya—KH. Alwi Dawud—adalah pendiri Pesantren Tarbiyatunnasyiin, sebuah pesantren yang menjadi ikon Paculgowang. Hijrah dari Klaten, ulama bernama asli Asngodo bin Dawud tersebut mendirikan pesantren pada 1885.
Selama masa mudanya di Indonesia, KH. Anwar Alwi belajar di 4 pesantren, yaitu Pesantren Wonokoyo Jogoroto (Jombang), Pesantren Tenggilis (Surabaya), Pesantren Siwalan Panji Buduran (Sidoarjo), dan Pesantren Syaikhona R. KH. Muhammad Kholil Demangan (Bangkalan).
Pada 1909, ia bersama keluarganya dan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pergi ke Makkah untuk mengambil ilmu dari asy-Syaikh as-Sayyid Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani, asy-Syaikh Muhammad Mahfuzh bin Abdullah at-Tarmasi, dan asy-Syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Lathif al-Minangkabawi.
Setelah ayahnya wafat pada 1911, KH. Anwar Alwi mengambil alih kepengasuhan Pesantren Tarbiyatunnasyiin. Dalam memimpin pesantren, KH. Anwar Alwi selalu dekat pada para santrinya. Ia juga menerapkan 3 sistem pengajaran klasik, yaitu Sorogan—murid menghadap guru, Wetonan—kajian kitab besar yang memakan waktu minimal setengah tahun, dan Wiridan—kajian estafet.