PROGRESIF EDITORIAL – Nama Desa Segoropuro di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, tidak bisa dipisahkan dari cerita tentang Mbah Sayyid Arif. Seorang alim asal Kota Makkah, Arab, sekitar tahun 1520-an yang tinggal di desa itu.
Sebelum menjadi desa seperti sekarang, dahulu Segoropuro merupakan hutan belantara. Batas laut bersebelahan dengan padepokan Mbah Sayyid Arif.
Dilansir dari radarbromo.jawapos.com, jauh sebelum Mbah Sayyid Arif menginjak tanah Desa Segoropuro, dia merupakan santri dari Mbah Soleh di Winongan, Kabupaten Pasuruan. Kala itu, dia bersama kakaknya Mbah Sayyid Sulaiman menimba ilmu ke Mbah Soleh.
Keduanya, Mbah Sayyid Arif dan Mbah Sayyid Sulaiman merupakan sosok alim. Ketika nyantri, Mbah Soleh Winongan memprioritaskan keduanya.
Sebab, saat keduanya istirahat kala itu, dia melihat cahaya di antara keduanya. Kemudian Mbah Soleh memberi tanda dengan membundel pakaiannya.
Saat perkumpulan para santri, Mbah Soleh bertanya pada para santrinya. Siapakah di antara mereka yang pakaiannya dibundel?.
Mbah Sayyid Arif dan Mbah Sayyid Sulaiman pun mengakuinya. Sejak saat itu, Mbah Soleh tahu bahwa keduanya bukan orang sembarangan.
Tak hanya nyantri. Mbah Sayyid Arif dan Mbah Sayyid Sulaiman juga ikut serta memerangi penjajahan Portugis. Mereka ikut membantu Nusantara atau Indonesia keluar dari belenggu jajahan Portugis.
Lantaran kealimannya, Mbah Soleh menikahkan putrinya dengan Mbah Sayyid Arif. Zaman itu, barang siapa yang sudah menikah, maka wajib menyebarkan Islam ke wilayah yang belum tersentuh syariat Islam.
Maka, Mbah Sayyid Arif pergi ke Desa Segoropuro. Sedangkan kakaknya, Mbah Sayyid Sulaiman pergi ke Keraton yang kemudian mendirikan Pondok Sidogiri.
Datanglah Mbah Sayyid Arif ke wilayah pesisir tersebut, kala itu banyak tumbuh pohon tua di sekitarnya. Dia lantas mendirikan sebuah padepokan di sana untuk mendidik warga sekitar.
Dengan mudahnya, Mbah Sayyid Arif mencabuti sejumlah pohon tua di sana. Lalu, membangun padepokan.
Begitu padepokan berdiri, satu per satu warga datang ke padepokannya untuk menimba ilmu. Ada puluhan santri yang setiap hari menimba ilmu padanya.
Namun, karena berdiri di pesisir, para santrinya sering terganggu dengan suara ombak di laut. Apalagi saat aktivitas belajar mengajar di padepokan itu. Menurut mereka, suara ombak itu lebih keras daripada suara Mbah Sayyid Arif.
Demi kenyamanan santrinya menimba ilmu, Mbah Sayyid Arif pun berniat memindahkan tepi laut atau pesisir ke utara. Agar suara ombak laut tidak lagi mengganggu santrinya.
Maka, beliau pun berdoa dengan mengenakan sorban dan tasbihnya. Dan ajaib. Pesisir laut pun lantas pindah sejauh dua kilometer dari padepokannya. Seketika wilayah padepokan itu menjadi daratan yang hanya dipenuhi pohon-pohon besar.
“Yang namanya orang alim atau waliyullah, logika kita tidak sampai ke sana,” ujar Ketua Yayasan Sayyid Arif Segoropuro Fathullah, 50.
Namun, ternyata Mbah Sayyid Arif merasa sangat bersalah pada Allah. Sebab, baginya dia sudah mengingkari nikmat Allah. Dia pun menangis sambil memohon ampunan dengan membaca Astaghfirullah berulang-ulang. Mbah Sayyid Arif terus memohon ampunan pada Allah dengan sangat tulus.
Tindakannya yang segera njaluk pangapuro itu kemudian dijadikan nama desa itu oleh santrinya. Menjadi desa Segoropuro atau segera njaluk pangapuro.
Supali, 90, salah satu warga setempat mengatakan, padepokan itu kini menjadi tempat ibadah warga sekitar. Warga menjadikan padepokan itu masjid yang tak jauh dari makam Mbah Sayyid Arif.
Dan hingga kini, pesarean Mbah Sayyid Arif sangat ramai dikunjungi warga dari berbagai wilayah. Seperti Surabaya, Jember, Probolinggo, dan daerah lain. Lalu setiap Jumat Legi suasana pesarean penuh.
Karena itu, pengelola tempat itu pun menyediakan sejumlah fasilitas untuk warga yang datang. Seperti parkir kendaraan besar. Bus dan travel.
“Sehari-harinya selalu ada orang berkunjung. Sekitar puluhan orang dari luar kota,” katanya.
Penjaga parkir Yusuf mengatakan, warga yang datang itu tujuannya ngalap berkah. Ada yang rombongan, bersama keluarganya, dan lainnya.
“Selain itu, orang yang tirakat juga banyak. Di antara mereka ada yang tabib, kiai, tokoh politik, dan lainnya. Namun batasannya hanya selama 41 hari,” tuturnya.
Supali mengirim Al-Fatihah ke Mbah Sayyid Abdurrahman. Ayah Mbah Sayyid Arif.
Tempat Warga Mencari Rezeki
Keberadaan pesarean Mbah Sayyid Arif memberikan keberuntungan bagi warga sekitar di Desa Segoropuro. Dari sana, mereka bisa mengais rezeki. Banyak warga berdagang makanan dan minuman di sekitar makam Mbah Sayyid Arif. Selain area parkir yang selalu ramai.
Setiap malam Jumat Legi, makam itu selalu ramai didatangi warga untuk ngalap berkah. Biasanya yang datang bisa 2 sampai 3 bus.