PROGRESIF EDITORIAL – Pernah dengar nama Cut Nyak Dhien? Kalau belum, siap-siap terpukau. Beliau adalah salah satu pahlawan perempuan paling tangguh yang pernah dimiliki Indonesia. Bukan hanya karena ia berjuang melawan penjajah, tapi juga karena kisahnya yang penuh dengan kehilangan, pengorbanan, dan semangat yang tidak pernah padam. Lahir di Aceh pada tahun 1848, ia berasal dari keluarga terpandang, yang membuatnya punya bekal pendidikan dan kepemimpinan sejak kecil.
Perang yang Mengubah Segalanya
Hidup damainya sebagai seorang istri berubah total saat Belanda datang menyerang Aceh. Perang pecah, dan ia harus melihat suaminya, Teuku Ibrahim Lamnga, berjuang di garis depan. Sayangnya, takdir berkata lain. Suaminya gugur di medan perang.
Bayangkan betapa sakitnya hati seorang istri yang kehilangan belahan jiwanya. Tapi, Cut Nyak Dhien tidak membiarkan kesedihan mengalahkannya. Kematian sang suami justru menyalakan api perjuangan di hatinya. Ia bersumpah, “Aku tidak akan pernah berhenti berjuang sampai Belanda diusir dari tanah ini!”
Menikah untuk Perjuangan
Setelah kehilangan suaminya, Cut Nyak Dhien bertemu dengan Teuku Umar, seorang pejuang gagah berani lainnya. Mereka memutuskan untuk menikah, dan ini bukan sekadar pernikahan biasa. Ini adalah “pernikahan strategis” yang menyatukan dua kekuatan besar. Bersama Teuku Umar, ia melancarkan serangan gerilya yang membuat Belanda frustasi. Mereka seperti hantu: muncul tiba-tiba, menyerang, lalu menghilang ke dalam hutan.
Tapi lagi-lagi, takdir kembali menguji ketabahannya. Teuku Umar gugur dalam pertempuran. Cut Nyak Dhien kembali kehilangan orang yang dicintainya.
Pahlawan Tanpa Lelah
Usianya semakin senja, matanya mulai rabun, dan tubuhnya digerogoti penyakit. Namun, ia tetap memimpin pasukan. Bayangkan seorang nenek dengan penyakit encok, masih bergerilya di hutan, memimpin para pejuang muda. Ia menjadi simbol hidup perlawanan Aceh. Belanda pun dibuat pusing tujuh keliling, tak bisa menangkapnya.
Akhirnya, nasib buruk menimpanya. Salah satu pengikutnya, yang iba melihat kondisi fisiknya yang sudah sangat tua, terpaksa berkhianat. Ia memberitahukan posisi Cut Nyak Dhien kepada Belanda. Pada tahun 1905, ia berhasil ditangkap.
Meskipun ditawan, semangatnya tidak padam. Belanda ketakutan, mereka berpikir, “Kalau di Aceh terus, pengaruhnya akan semakin besar!” Akhirnya, ia diasingkan jauh, ke Sumedang, Jawa Barat. Di sanalah ia menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 1908, jauh dari tanah kelahirannya, tapi namanya tetap abadi.
Kisah Cut Nyak Dhien bukan hanya tentang perang dan pedang. Ini adalah kisah tentang ketabahan seorang wanita yang menolak menyerah pada takdir. Ia membuktikan bahwa kekuatan terbesar bukanlah di fisik, tapi di dalam jiwa. Ia adalah inspirasi abadi bagi kita semua, pengingat bahwa seorang pahlawan bisa lahir dari siapapun, bahkan di tengah kepedihan dan kehilangan yang tak terbayangkan.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
“Wallahu a’lam bishawab”
“Dan Allah Maha Mengetahui (kebenaran yang) sesungguhnya”.