Dalam sejarah kesultanan Islam di Indonesia, kita tak bisa memungkiri keberadaan Kesultanan Mataram. Kesultanan yang terletak di selatan Jawa ini berperan besar dalam terciptanya berbagai peristiwa penting dalam alur sejarah negeri.
Sebagai kesultanan yang disegani, Mataram tentu memiliki beragam kisah kusut sedari awal pendiriannya, baik sisi terang maupun gelap. Bahkan, hal tersebut sangat berdampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat Jawa secara keseluruhan hingga saat ini.
Mataram didirikan oleh Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah. Sedari kecil, Sutawijaya hidup di tengah didikan Hadiwijaya, penguasa Kesultanan Pajang. Pada tahun 1575, ia menggantikan ayahnya sebagai Adipati Mataram. Di masa pemerintahannya, ia bersitegang dengan Hadiwijaya. Sehingga, timbul pemberontakan yang menewaskan Hadiwijaya pada 1582.
Setelah kematian Hadiwijaya, Sutawijaya memerdekakan Mataram dan menggelari dirinya dengan Panembahan Senapati. Di tangannya, Mataram berkembang sangat pesat. Ekspansi demi ekspansi terus dilakukan. Bahkan, mereka mampu menembus wilayah yang cukup jauh seperti Galuh dan Pasuruan.
Hanyakrawati muncul setelah kematian ayahnya. Pemerintahannya bersamaan dengan datangnya VOC ke Indonesia. Namun, Hanyakrawati membatasi aktivitas VOC di wilayah Mataram.
Pada 1613, Hanyakrawati tewas setelah mengalami kecelakaan saat berburu di Panggung Krapyak. Dilema terjadi setelahnya, Pangeran Martapura yang menjadi putra mahkota menderita penyakit tuna grahita. Sehingga, Hanyakrakusuma diangkat menjadi sultan dengan gelar Sultan Agung.