PROGRESIF EDITORIAL – Di era yang terus berkembang pesat, populasi manusia juga semakin meningkat. Secara otomatis banyak orang-orang yang membutuhkan tempat tinggal, kendaraaan, dan berbagai hal yang dibutuhkan untuk menunjang hidup mereka.
Namun kebanyakan orang-orang lebih memilih mencicil hal-hal yang mereka butuhkan, seperti rumah, kendaraan, dan semacamnya karena beberapa faktor dan kondisi dalam hidup mereka.
Dalam transaksi sewa-menyewa (ijarah), sering ditemukan praktik “DP (Uang Muka) Hangus” jika penyewa membatalkan pesanan. Misalnya, saat menyewa mobil, gedung, atau alat elektronik, pihak penyedia jasa meminta DP yang tidak bisa dikembalikan jika terjadi pembatalan.
Oleh karena itu, simak penjelasan berikut tentang hukum uang muka yang hangus karena pembatalan pesanan. Apakah uang tersebut dihukumi halal atau riba? Berikut penjelasan berdasarkan pandangan Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dan Nahdlatul Ulama (NU):
Mengenal Sistem “DP Hangus”
DP Hangus adalah uang muka yang dibayarkan di awal transaksi dan tidak dapat dikembalikan jika pembatalan dilakukan oleh penyewa. seperti halnya menyewa mobil dengan DP Rp500.000, tapi jika batal, uang tersebut tidak dikembalikan atau booking gedung dengan DP 30%, tetapi jika dibatalkan, DP dianggap hangus.
Sewa-menyewa (ijarah) dalam Islam diperbolehkan. Namun, dalam akad sewa, harus ada kejelasan (wudhuh) terkait hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Analisis Fiqh: Apakah “DP Hangus” Termasuk Riba?
Menurut ulama Syafi’iyyah dan NU, sistem DP hangus perlu dilihat dari dua sudut pandang. Jika DP Hangus Tanpa Kompensasi (Murni Kerugian Penyewa), ini bisa termasuk gharar (ketidakjelasan) atau zhulm (kezaliman) karena penyewa dirugikan tanpa ganti rugi yang jelas, dan tidak ada kesepakatan adil dalam akad.
Keputusan Bahtsul Masail NU:
“Uang muka yang hangus tanpa kompensasi dapat termasuk ghabn (penipuan) jika tidak ada kejelasan di awal akad.”