Madura telah dikenal sebagai kawah candradimuka yang menghasilkan berbagai cendekia. Di setiap kabupaten, selalu terdapat pesantren sederhana hingga masyhur. Sebut saja Pesantren Demangan milik Syaikhona R. KH. Muhammad Kholil di Bangkalan atau Pesantren Banyuanyar milik R. KH. Itsbat di Pamekasan.
Di Sumenep, berdiri Pesantren an-Nuqayah di Desa Luk-ghuluk. Bagaikan lentera kudus, pesantren ini menjadi rujukan ulama dan santri di timur Madura. Bahkan, pesantren tersebut akhirnya membangun jejaring kuat yang tersebar di hampir seluruh Sumenep.
Pendiri pesantren tersebut adalah R. KH. Muhammad Syarqawi, seorang ulama dari Kudus. Ia datang ke Sumenep pada abad ke-19 setelah menikahi janda almarhum KH. Abuddin Gemma. Secara nasab, R. KH. Muhammad Syarqawi adalah keturunan Sunan Kudus dengan rincian berikut:
- R. KH. Muhammad Syarqawi
- R. KH. Sudikromo
- R. KH. Mertowijoyo
- R. KH. Tirtokusumo
- R. A. Hiring
- R. A. Pejangkringan
- Pangeran Krapyak Dipakusuma
- Pangeran Krapyak Yudhabangsa
- Panembahan Kleco Sumotruno
- Panembahan Mekaos Anggakusuma
- Sayyid Ja’far Shadiq (Sunan Kudus)
Setibanya di Sumenep, R. KH. Muhammad Syarqawi mendirikan pesantren di Desa Prenduan. Namun, ia memindahkan pesantren tersebut ke Desa Luk-ghuluk karena dinilai lebih nyaman dan strategis untuk mengajar.