PROGRESIF EDITORIAL – Dalam Islam, pemimpin (dalam bahasa Arab disebut “imam” atau “amir”) adalah seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin dan mengarahkan masyarakat atau kelompok dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Seorang pemimpin harus menjalankan amanah dengan adil, jujur, dan penuh tanggung jawab, serta menjadi teladan dalam akhlak dan perbuatan. Tugas utama pemimpin dalam Islam adalah menjaga kesejahteraan umat, menegakkan keadilan, dan melaksanakan hukum Allah dengan bijaksana.
Ketaatan kepada pemimpin juga menjadi sebuah kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an sangat banyak sekali disebut. Dalil di dalam Al-Qur’an di antaranya adalah firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4]: 59)
Namun, seperti halnya manusia pada umumnya, pemimpin juga tidak luput dari kesalahan. Islam mengajarkan bahwa setiap manusia, termasuk pemimpin, memiliki kelemahan dan bisa melakukan kekhilafan. Seorang pemimpin harus senantiasa dapat introspeksi, terbuka terhadap kritik, dan memperbaiki diri. Umat juga memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan memberikan nasihat kepada pemimpin jika mereka melihat adanya kekeliruan, dengan cara yang baik dan bijak, sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Mengingatkan pemimpin merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran) yang diperintahkan dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al Quran Surat Ali Imran ayau 104 dan
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya : Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Meskipun wajib taat, umat Islam juga memiliki kewajiban untuk menasihati pemimpin jika melakukan kesalahan. Namun nasihat ini harus disampaikan dengan cara yang baik dan bijaksana, tidak di depan umum yang dapat merendahkan martabat pemimpin. Islam melarang pemberontakan terhadap pemimpin yang sah, meskipun pemimpin tersebut zalim. Hal ini untuk menghindari kekacauan dan pertumpahan darah yang lebih besar.
Kritik yang Konstruktif
Jika pemimpin melakukan kesalahan, umat diperbolehkan mengkritik dengan cara yang baik dan membangun, bukan untuk menjatuhkan. Tujuannya adalah perbaikan, bukan permusuhan. Sikap terhadap pemimpin harus tetap menjaga stabilitas dan keutuhan masyarakat. Kritik yang berlebihan dapat menimbulkan perpecahan. Dilansir dari kajian milik NU Online. Islam memandang bahwa kritik konstruktif terhadap pemimpin adalah bagian dari partisipasi warga negara dalam membangun pemerintahan yang baik. Namun, Islam juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan persatuan bangsa. Salah satu contoh dalam praktiknya, mediasi dapat dilakukan dengan lebih mengutamakan pendekatan kultural dan dialog dalam menyampaikan aspirasi atau kritik kepada pemerintah, dibandingkan dengan konfrontasi langsung atau demonstrasi massal.