Home Esai Bagaimana Jika Tamu yang Sedang Puasa Disuguhi Makanan?

Bagaimana Jika Tamu yang Sedang Puasa Disuguhi Makanan?

by Arundaya Maulana
3 minutes read
Suguhan Makanan/Freepik

PROGRESIF EDITORIAL – Dalam Islam, menjamu tamu adalah salah satu akhlak terpuji yang sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ menekankan pentingnya memuliakan tamu sebagai bagian dari keimanan.

Namun, bagaimana jika seorang tamu yang datang ke rumah ternyata sedang berpuasa? Apakah ia tetap harus menghormati tuan rumah dengan membatalkan puasanya, atau tetap melanjutkan ibadah puasanya? Bagaimana pula sikap tuan rumah dalam situasi ini?

Artikel ini akan membahas persoalan tersebut dengan mengacu pada dalil-dalil dari Al-Qur’an, pendapat ulama, serta pandangan Nahdlatul Ulama (NU).

Puasa dan Kewajiban Menjamu Tamu

Dalam Islam, ada beberapa jenis puasa, yaitu puasa wajib seperti puasa Ramadan, puasa nazar, dan puasa qadha, serta puasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, dan puasa Arafah.

Menjamu tamu adalah suatu bentuk penghormatan, tetapi apakah penghormatan ini dapat menjadi alasan untuk membatalkan puasa?

Hukum Membatalkan Puasa demi Menghormati Tuan Rumah

Hukum membatalkan puasa tergantung pada jenis puasanya.

Jika Puasa yang Dijalankan adalah Puasa Wajib

Jika tamu sedang menjalankan puasa wajib, seperti puasa Ramadan, puasa nazar, atau puasa qadha, maka tidak diperbolehkan untuk membatalkan puasa hanya karena diundang makan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an bahwa puasa wajib harus disempurnakan hingga waktu berbuka.

Ulama NU dan mayoritas ulama fiqih dari madzhab Syafi’i sepakat bahwa tidak ada alasan untuk membatalkan puasa wajib kecuali karena uzur syar’i seperti sakit, safar, atau sebab lain yang dibenarkan dalam syariat.

Jika Puasa yang Dijalankan adalah Puasa Sunnah

Berbeda dengan puasa wajib, puasa sunnah lebih fleksibel dalam hal pembatalannya. Rasulullah ﷺ memberi keringanan bagi orang yang berpuasa sunnah untuk memilih antara melanjutkan atau membatalkan puasanya.

Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan bahwa seseorang yang sedang menjalankan puasa sunnah boleh membatalkannya jika ada kemaslahatan yang lebih besar, seperti menghormati tamu atau tuan rumah.

Pendapat ini juga didukung oleh ulama NU. Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin karya Syekh Abdurrahman Ba’lawi, disebutkan bahwa jika seseorang yang berpuasa sunnah dihormati dengan suguhan makanan oleh tuan rumah, maka lebih utama baginya untuk berbuka sebagai bentuk penghormatan.

Sikap yang Tepat dalam Menghadapi Situasi Ini

Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa sikap yang bisa diambil baik oleh tamu maupun tuan rumah dalam situasi ini.

Jika Tamu Sedang Puasa Wajib

  • Tamu harus tetap menjaga puasanya dan tidak membatalkannya.
  • Tuan rumah tetap bisa memuliakan tamu dengan cara lain, seperti menyediakan makanan untuk dibawa pulang atau menyiapkan makanan untuk berbuka nanti.

Jika Tamu Sedang Puasa Sunnah

  • Tamu boleh memilih untuk tetap berpuasa atau berbuka.
  • Jika berbuka lebih mendatangkan kebaikan, seperti menjaga hubungan baik dengan tuan rumah, maka boleh berbuka.
  • Jika tetap ingin berpuasa, tamu bisa menjelaskan dengan lembut kepada tuan rumah bahwa ia sedang berpuasa sunnah.

Dalil dan Kisah dari Nabi ﷺ

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah ﷺ pernah diundang makan oleh seorang sahabat yang sudah bersusah payah menyiapkan hidangan. Salah satu sahabat yang hadir mengatakan bahwa dirinya sedang berpuasa. Rasulullah ﷺ kemudian menyarankan agar sahabat tersebut berbuka untuk menghormati tuan rumah dan menggantinya di hari lain jika mau.

Riwayat ini menunjukkan bahwa dalam keadaan tertentu, berbuka dari puasa sunnah dapat menjadi tindakan yang lebih utama, terutama jika hal itu dapat menjaga keharmonisan sosial.

Pendapat Ulama NU

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama (NU), adab dalam bermasyarakat sangatlah penting. NU menekankan keseimbangan antara menjalankan ibadah dan menjaga hubungan baik dengan sesama.

Dalam Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzhab Asy-Syafi’i, dijelaskan bahwa:

  • Jika seseorang berpuasa wajib, maka ia tidak boleh membatalkannya hanya karena diundang makan.
  • Jika seseorang berpuasa sunnah, maka membatalkannya untuk menghormati tuan rumah lebih dianjurkan, terutama jika dengan berbuka dapat menjaga hubungan yang baik.
  1. Jika tamu sedang menjalankan puasa wajib, maka ia tidak boleh membatalkan puasanya hanya karena disuguhi makanan. Tuan rumah sebaiknya memahami dan tidak memaksa tamu untuk berbuka.
  2. Jika tamu sedang menjalankan puasa sunnah, maka lebih baik berbuka sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah, namun jika tetap ingin berpuasa, itu juga diperbolehkan.
  3. Islam mengajarkan keseimbangan antara ibadah dan menjaga hubungan sosial. Oleh karena itu, dalam situasi ini, komunikasi yang baik antara tamu dan tuan rumah sangat penting.
  4. NU mendukung pendekatan moderat dalam hal ini, dengan menekankan pentingnya menjaga keharmonisan sosial tanpa mengorbankan kewajiban ibadah.

Dengan memahami hukum dan etika ini, kita bisa tetap menjalankan ajaran Islam dengan baik tanpa mengabaikan nilai-nilai sosial yang diajarkan oleh agama kita.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Related Posts

Leave a Comment