Sholat adalah ibadah utama dalam Islam yang harus dilakukan dengan khusyuk dan sesuai syariat. Namun, terkadang ada kondisi fisik seperti luka atau jerawat yang pecah dan mengeluarkan darah yang bisa menimbulkan kebingungan mengenai sah tidaknya sholat dalam kondisi tersebut. Artikel ini akan membahas hukum terkait masalah ini dengan mengacu pada kitab *Fathul Mu’in* dan pendapat para ulama Ahlussunnah.
Fathul Mu’in adalah salah satu kitab fiqh yang terkenal dalam mazhab Syafi’i yang ditulis oleh Syekh Zainuddin al-Malibari. Kitab ini memberikan panduan rinci tentang berbagai aspek fiqh, termasuk masalah kebersihan dan sholat.
1. Darah dalam Jumlah Sedikit
Dalam *Fathul Mu’in*, disebutkan bahwa jika darah yang keluar dari luka atau jerawat adalah sedikit dan tidak mengotori pakaian atau tempat sholat secara signifikan, maka sholat tetap sah. Poin ini berdasarkan prinsip bahwa kebersihan utama dalam sholat adalah bebas dari najis yang jelas dan mengganggu.
“Jika darah yang keluar dari luka atau jerawat tidak mengotori pakaian secara signifikan, maka sholatnya sah. Namun, dianjurkan untuk membersihkan darah tersebut jika memungkinkan.”
(Fathul Mu’in, Jilid 1, Hal. 113)
2. Darah dalam Jumlah Banyak
Untuk darah yang keluar dalam jumlah banyak, Fathul Mu’in menyarankan agar bagian yang terkena darah dibersihkan atau pakaian yang terkena najis diganti. Hal ini untuk memastikan bahwa shalat dilakukan dalam keadaan bersih dari najis.
“Apabila darah mengotori pakaian atau tempat sholat secara banyak, maka sebaiknya dibersihkan agar sholat tetap dilakukan dalam keadaan bersih dari najis.”
(Fathul Mu’in, Jilid 1, Hal. 115)
Para ulama Ahlussunnah juga memberikan panduan mengenai masalah ini berdasarkan prinsip fiqh dan hadis.
1. Imam Nawawi
Imam Nawawi, dalam kitab *Al-Majmu’*, menegaskan pentingnya menjaga kebersihan saat sholat. Beliau mengatakan bahwa darah yang keluar dari luka atau jerawat dalam jumlah sedikit tidak membatalkan sholat, asalkan tidak mengotori pakaian atau tempat sholat secara signifikan.
“Darah yang keluar dari luka dalam jumlah sedikit tidak membatalkan sholat selama tidak mengotori tempat sholat atau pakaian secara jelas. Namun, sebaiknya membersihkan darah tersebut sebelum sholat jika memungkinkan.”
(Al-Majmu’, Jilid 2, Hal. 321)
2. Imam Ibn Hajar al-Haytami
Imam Ibn Hajar al-Haytami dalam kitabnya *Tuhfatul Muhtaj* menyatakan bahwa kebersihan adalah bagian penting dalam sholat. Beliau menekankan bahwa jika darah yang keluar banyak dan mengotori pakaian atau tempat sholat, maka bagian tersebut harus dibersihkan atau diganti.
“Jika darah yang keluar dari tubuh mengotori pakaian atau tempat sholat, maka hal itu harus dibersihkan untuk memastikan sholat dilakukan dalam keadaan bersih.”
(Tuhfatul Muhtaj, Jilid 1, Hal. 206)
3. Fatwa Kontemporer
Dalam konteks fatwa kontemporer, banyak ulama modern yang mengikuti panduan klasik tetapi dengan penekanan pada konteks praktis. Mereka menyarankan agar jika darah dari luka atau jerawat tidak mengotori pakaian atau tempat sholat secara jelas, sholat tetap sah. Jika terdapat banyak darah, maka membersihkan atau mengganti pakaian yang terkena najis adalah solusi terbaik.
“Sholat tetap sah meskipun ada darah sedikit dari luka atau jerawat, asalkan tidak mengganggu kebersihan pakaian atau tempat sholat. Jika darah banyak, maka bersihkan atau ganti pakaian yang terkena.”
(Fatwa Kontemporer oleh Lembaga Fatwa, 2023)
Dalam Islam, menjaga kebersihan adalah hal yang penting dan terkait erat dengan sahnya sholat. Berdasarkan *Fathul Mu’in* dan pendapat para ulama Ahlussunnah, jika darah dari luka atau jerawat pecah tidak mengotori pakaian atau tempat sholat secara signifikan, sholat tetap sah. Namun, jika darah tersebut banyak dan mengotori, maka pembersihan atau penggantian pakaian yang terkena najis sangat dianjurkan. Prinsip dasar adalah menjaga kebersihan agar sholat dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan syariat Islam.
Sumber:
1. Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah: 222
2. Hadis riwayat Muslim
3. Hadis riwayat Abu Dawud
4. Fathul Mu’in oleh Syekh Zainuddin al-Malibari
5. Al-Majmu’ oleh Imam Nawawi
6. Tuhfatul Muhtaj oleh Imam Ibn Hajar al-Haytami
7. Fatwa Kontemporer oleh Lembaga Fatwa