PROGRESIF EDITORIAL – Kehidupan manusia tidak terlepas dari tujuannya dicipatkannya yakni untuk beribadah kepada Allah SWT, salah satu praktik yang paling utama adalah dengan menerapkan ilmu riyadhah/tirakat. Mari mengenal salah satu ulama yang masyhur pada keilmuan di bidang ini, Menelisik lika-liku kehidupan beliau, Syaikh Ahmad Mutamakkin yang juga kerap disebut dengan Ki Cibolek. Beliau merupakan putra dari pasangan Sumohadinegoro dan Putri Raden Tanu yang berasal dari Persia, sekaligus keturunan Sayyid Ali Bejagung.
Dilansir dari alanwariyah.or.id, Dalam periode pemerintahan Amangkurat IV hingga Pakubuwana II pada abad ke-XVII, atau sekitar tahun 1645-1740, hiduplah seorang tokoh yang dikenal sebagai seorang waliyullah dan faqih yang dihormati, lahir di Tuban, Jawa Timur, dan meninggal di desa Kajen, kota Pati, Jawa Tengah. Beliau memiliki tiga orang anak, yaitu Nyai Alfiyah, Raden Muhammad Hendro, dan Raden Muhammad Bagus.
Berdasarkan sejarah yang tersebar luas, beliau merupakan keturunan ningrat dari Pangeran Benawa dan telah menerima pendidikan agama Islam dari berbagai guru, termasuk Syekh Muhammad Zayn al Mizjaji dari Yaman, yang memberinya gelar “Al-Mutamakkin”.
Syekh Ahmad Mutamakkin, demikian beliau dikenal, menjadi panutan bagi santri dan kyai di sekitarnya, menampilkan dedikasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan dengan perjalanan belajar hingga ke Timur Tengah. Dia juga merupakan sosok yang ahli dalam praktik riyadhah (tirakat), sering berpuasa sebagai bentuk pengendalian diri demi mencapai ridha Allah, dan mengajarkan pentingnya kaderisasi.
Silsilah keturunan Syekh Ahmad Mutamakkin menunjukkan garis keturunan bangsawan Jawa dari sisi ayahnya, Raden Patah (Sultan Demak), dan dari sisi ibunya, dari Sayyid Ali Akbar dari Bejagung, Semanding, Tuban. Pengaruhnya terasa kuat hingga pada generasi penerusnya, seperti KH. Abdussalam, pendiri Madrasah Mathali’ul Falah, dan KH. Nawawi, pendiri Pesantren TPII.
Di antara murid-muridnya, Kiai Mizan dikenal sebagai salah satu yang paling cerdas dan alim, serta memiliki kemampuan supranatural yang luar biasa, seperti yang telah dicatat dalam sejarah lisan. Kiai Mizan menjadi duta dakwah di daerah utara desa Kajen dan kemudian daerah tersebut dinamakan “Margotuhu” berkat kepatuhan dan dedikasinya kepada Syekh Ahmad Mutamakkin.
Makam Syekh Ahmad Mutamakkin di Desa Kajen selalu ramai dikunjungi, terutama oleh para santri dari pondok-pondok di sekitarnya. Setiap tahun diadakan Haul Syekh Ahmad Mutamakkin yang dihadiri oleh ribuan peziarah dari berbagai daerah di Indonesia, menandakan pengaruh dan keberkahan yang masih dirasakan oleh masyarakat setempat.
*) Editor : Aqila Nur Rahmalia
Referensi :
- https://www.laduni.id/post/read/81047/biografi-syekh-ahmad-mutamakkin-kajen
- https://alanwariyah.or.id/tokok/ar-112/biografi-kh-mutamakkin-kajen-pati-silsilah-nasab-karomah