PROGRESIF EDITORIAL – Santri, sebagai sebutan bagi para pelajar di pesantren, memiliki peranan penting dalam sejarah Indonesia. Sejak zaman penjajahan hingga masa kini, perjuangan mereka tidak hanya terbatas pada bidang agama, tetapi juga meluas ke ranah sosial, politik, dan pendidikan. Pada masa penjajahan Belanda, santri menjadi salah satu elemen kunci dalam pergerakan nasional. Mereka tidak hanya belajar agama, tetapi juga terlibat dalam gerakan sosial dan politik. Banyak santri yang bergabung dengan organisasi-organisasi seperti Sarekat Islam dan Nahdlatul Ulama (NU) yang berjuang melawan penjajahan.
Beberapa tokoh santri yang terkenal pada masa itu antara lain:
- K.H. Hasyim Asy’ari: Pendiri NU yang berperan aktif dalam mendirikan organisasi tersebut pada tahun 1926. Ia juga terlibat dalam pertempuran melawan penjajah melalui jihad.
- K.H. Wahid Hasyim: Putra Hasyim Asy’ari yang juga berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan dan menjadi Menteri Agama pertama Republik Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, santri terus berperan penting dalam pembangunan bangsa. Pesantren menjadi pusat pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga nilai-nilai kebangsaan. Santri dilatih untuk menjadi pemimpin di masyarakat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. Santri juga aktif dalam dunia politik. Banyak dari mereka yang terjun ke partai politik untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Melalui organisasi seperti NU dan Muhammadiyah, para santri berkontribusi pada pembangunan politik yang lebih inklusif dan demokratis.
Pada masa kemerdekaan, Santri memiliki peranan besar dalam menjaga identitas dan menjadi pusat penyebaran pendidikan kepada rakyat:
1. Menjaga Identitas Religio-Kultural
Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pelestarian budaya. Pesantren tidak hanya sebagai tempat pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat pelestarian seni dan tradisi. Contohnya, Pondok Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo di Kendal, Jawa Tengah, yang mengajarkan seni, budaya, dan keterampilan praktis seperti barista dan seni rupa. Ini memungkinkan para santri mengembangkan pemahaman yang lebih holistik tentang identitas mereka, menggabungkan iman dengan kearifan lokal.
2. Melawan Penetrasi Sistem Pendidikan Sekuler
Perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, para santri dan ulama memimpin perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Aktivitas perlawanan ini dilakukan dalam rangka menjaga identitas religio-kultural mereka dari penetrasi sistem pendidikan sekuler dan invasi militer Belanda. Perlawanan ini muncul secara tersembunyi dan terbuka, dengan sikap konservatif, defensif, dan isolasionis, serta manifestasi dalam bentuk sikap non kooperatif dan pengobaran semangat anti penjajah.
3. Memobilisasi Massa dan Mengadakan Perlawanan
Peran Kyai dalam Mobilisasi Massa, Kyai, atau ulama senior, memobilisasi massa dan menempati baris terdepan dalam mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Keberadaan Abangan, sebuah kelompok masyarakat yang hidup di pedesaan dan bekerja sebagai petani, juga dianggap sebagai penganut Islam yang mempertahankan tradisi lokal. Meskipun Abangan tidak begitu gencar membantu kiai dalam melawan pemerintahan kolonial, keberadaan mereka tetap relevan dalam konteks perlawanan terhadap penjajahan.
4. Berpartisipasi dalam Gerakan Nasional
Resolusi Jihad dan peran santri dalam perjuangan Kemerdekaan, Pada masa penjajahan, para santri berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan. Salah satu momen bersejarah adalah ketika KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober, yang menandai langkah-langkah resmi santri dalam perjuangan melawan penjajahan. Peran santri dalam perjuangan fisik, politik, dan sosial untuk mencapai dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangat signifikan.
Kini, Di era modern, tantangan bagi para santri semakin kompleks. Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi mempengaruhi cara belajar dan mengajar di pesantren. Namun, banyak pesantren yang berhasil beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh santri saat ini adalah radikalisasi. Banyak pesantren yang berupaya keras untuk menanamkan nilai-nilai moderat dan toleransi kepada santrinya. Mereka menjadi garda terdepan dalam melawan paham-paham ekstrimis dengan pendekatan dialogis.
Santri tidak hanya berfokus pada pendidikan agama, tetapi juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan ekonomi. Banyak dari mereka yang mendirikan usaha kecil menengah (UKM) untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa santri memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi lokal. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, santri memiliki peran penting dalam merawat dan meruwat tanah air dengan cara yang relevan dan adaptif. Pertama-tama, penyebaran moderasi beragama adalah tanggung jawab yang perlu terus dipegang oleh para santri. Mereka harus menjadi agen penyebar ajaran Islam yang moderat, toleran, dan damai. Dengan pemahaman agama yang inklusif dan humanis, santri dapat mencegah ekstrimisme dan fanatisme, serta menciptakan masyarakat yang harmonis. Selain itu, pemberdayaan komunitas menjadi langkah nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya melalui pengembangan infrastruktur, layanan kesehatan, dan edukasi.
Di sisi lain, santri juga memiliki tugas sebagai garda moralitas di tengah masyarakat. Dalam era digital yang dipenuhi informasi palsu, santri harus menjadi sumber informasi yang benar dan akurat mengenai Islam. Ini penting untuk menghindari penyebaran hoaks dan propaganda negatif. Tidak hanya itu, santri juga diharapkan menjadi teladan kebaikan dengan aktif menyebarkan pesan-pesan universal agama di media sosial, mengajak masyarakat memahami ajaran dan tradisi Islam dengan baik.
Untuk meningkatkan literasi agama, santri juga dituntut bijak dalam menyiarkan informasi. Di media sosial, mereka harus berhati-hati dalam menyaring informasi sebelum menyebarkannya agar terhindar dari penyebaran berita palsu. Pelatihan dakwah yang tepat juga sangat diperlukan untuk membekali mereka dengan kemampuan menyampaikan pesan-pesan agama secara efektif dan bijaksana, sehingga tidak hanya membangkitkan emosi tetapi juga memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama.
Adaptasi teknologi untuk tujuan positif adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Santri dapat mengembangkan usaha online dan bisnis digital yang berlandaskan nilai-nilai Islam, seperti jualan produk halal, blog mode Muslim, atau konten video YouTube yang mempromosikan budaya Muslim. Penggunaan media sosial juga bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan pengetahuan Islam dan mengedukasi masyarakat tentang berbagai topik yang relevan dengan agama dan kebudayaan.
Perjuangan para santri dari zaman penjajahan hingga masa sekarang mencerminkan dedikasi mereka terhadap agama, bangsa, dan masyarakat. Dari pergerakan melawan kolonialisme hingga kontribusi dalam pembangunan sosial-ekonomi, para santri telah menunjukkan bahwa mereka bukan hanya pelajar agama, tetapi juga agen perubahan yang signifikan. Dengan semangat juang yang tinggi dan komitmen terhadap nilai-nilai luhur, para santri akan terus menjadi pilar penting bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Sumber:
- Simpus MKRI ID – Situs ini menyediakan detail buku “Api Sejarah” yang membahas peran ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
- UINSGD AC ID – Situs ini merekomendasikan lima buku yang membahas tentang peran santri dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, termasuk “Api Sejarah”.
- Jurnal Nu – Situs ini publikasi jurnal akademis yang membahas peran pesantren dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
- Kompas ID – Situs ini memuat artikel tentang pentingnya menjaga kenangan perjuangan para ulama dan santri dalam membebaskan negeri.