Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Selama konten Islami tersebut memberikan manfaat dan mengajak pada kebaikan, maka upaya monetisasinya dapat dibenarkan selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariat.
Dikutip dari NU Online, dijelaskan bahwa pendapatan dari iklan yang muncul secara otomatis di platform seperti YouTube pada dasarnya diperbolehkan, dengan catatan kreator harus berusaha memfilter iklan-iklan yang tidak sesuai dengan nilai Islam.
Jika ada iklan yang jelas-jelas haram muncul di konten tersebut, kreator diharuskan untuk memblokir iklan tersebut melalui fitur yang disediakan platform.
Terkait pembagian keuntungan dengan platform digital, merujuk pada konsep syirkah dalam fiqih muamalah. Dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyah dijelaskan bahwa kerja sama bagi hasil dalam bisnis yang halal diperbolehkan selama memenuhi syarat-syaratnya.
Oleh karena itu, pembagian pendapatan antara kreator dan platform seperti YouTube termasuk dalam kategori yang diperbolehkan selama konten yang dibuat tidak melanggar syariat.
Namun terdapat peringatan tentang beberapa hal yang harus diwaspadai. Jangan sampai terjadi komersialisasi ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis Nabi. Hindari membuat konten yang bersifat sensasional atau clickbait dengan menggunakan simbol-simbol agama. Jangan sampai menimbulkan kesan bahwa agama dijadikan alat untuk mencari keuntungan semata.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Isra’ ayat 36:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Konten yang dibuat harus berdasarkan ilmu yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kreator konten Islami sebaiknya memiliki dasar ilmu agama yang memadai atau setidaknya berkonsultasi dengan ulama yang kompeten. Hal ini untuk menghindari penyampaian materi agama yang keliru atau menyesatkan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menyertakan referensi yang jelas.
Sobat santri, dapat kita simpulkan bahwa monetisasi konten Islami seperti Reels Islami di YouTube pada dasarnya diperbolehkan dengan beberapa syarat utama. Menjaga kemurnian niat untuk dakwah. Memastikan keabsahan materi yang disampaikan. Bertanggung jawab terhadap konten yang dibuat. Srlektif terhadap iklan yang muncul.
Jika semua syarat ini terpenuhi, maka pendapatan yang diperoleh dari monetisasi tersebut termasuk dalam kategori penghasilan yang halal dan bahkan bernilai ibadah. Wallahu a’lam bish-shawab.