Home Seputar Islam Mughal, Lambang Kejayaan Islam Di India

Mughal, Lambang Kejayaan Islam Di India

by Abdul Wahid Tamimi

Apa yang ada di pikiran kalian ketika mendengar nama Kesultanan Mughal?. Mungkin tak jauh dari kisah cinta Jodha dan Jalaluddin Akbar, kan?.

Nah, kali ini saya akan membahas kesultanan yang dipimpin oleh keturunan Genghis Khan tersebut. Bagaimana kisahnya?. Simak, yuk!.

Kesultanan Mughal didirikan oleh Zhahiruddin Babur pada tahun 1526 di Afghanistan. Babur merupakan keturunan Genghis Khan dan Timur Lenk baik dari ayah maupun ibunya.

Keduanya merupakan kaisar dan sultan Mongol terbesar dalam sejarah. Di tangan mereka, Mongol dapat mengganggu kebesaran kerajaan di barat seperti Romawi hingga Abbasiyah.

Nama “Mughal” sendiri adalah istilah lokal untuk “Mongol”. Selain itu, kesultanan ini juga dikenal dengan “Gurkani” yang artinya “menantu” dalam Bahasa Mongol. Hal ini terjadi karena Timur menikahi keturunan Genghis.

Di tangan Babur, Mughal langsung tumbuh menjadi kesultanan yang agung dan berkuasa. Mereka dapat menguasai Afghanistan, Pakistan, hingga India utara.

Setelah Babur wafat, Nashiruddin Humayun tampil sebagai sultan berikutnya. Di masa Humayun, ilmu pengetahuan maju dan berkembang pesat.

Namun, di masa Humayun terjadi perang 15 tahun dari 1540 hingga 1555. Ia melawan Shershah Suri, seorang kesatria keturunan Tajik.

Perang tersebut akhirnya dimenangkan Humayun walau akhirnya tewas dengan tragis. Ia tewas setelah terjatuh dari tangga ketika hendak melaksanakan shalat.

Jalaluddin Akbar akhirnya dilantik menjadi sultan. Di tangannya, taji Mughal semakin tajam. Ia dapat menguasai seluruh India bahkan hingga Bangladesh.

Namun, di masa Akbar terjadi konflik antara kesultanan dan ulama. Penyimpangan syariat menjadi akar terjadinya konflik tersebut.

Akbar adalah sultan terbesar Mughal. Bahkan, secara tak langsung ia menjadi ikon. Tidak heran jika kita membahas kesultanan Mughal, namanya tak boleh ketinggalan.

Setelah Akbar wafat, secara berturut tahta dipegang Nuruddin Salim Jahangir dan Syihabuddin Khurram Shahjahan.

Di masa pemerintahan keduanya, fondasi syariat Islam yang telah lama ditumbangkan ulama fasik tersebut akhirnya dibangun kembali. Fondasi tersebut semakin kokoh ketika Muhyiddin Aurangzeb Alamgir naik tahta.

Baca Juga:  Apakah Sikat Gigi Batalkan Puasa?

Sayangnya, di masa peralihan kekuasaan antara Khurram Shahjahan dan Aurangzeb Alamgir terjadi banyak sekali konflik internal. Mulai dari perang saudara 1 lawan 3 hingga eksekusi Khurram oleh Aurangzeb yang tak lain anak bungsunya sendiri.

Khurram sebagai pendiri Taj Mahal dianggap menghamburkan uang negara untuk kepentingan pribadi. Sehingga, Aurangzeb terpaksa menghukum ayahnya sendiri atas nama negara.

Aurangzeb adalah sultan terlama dalam sejarah kesultanan. Ia memimpin selama 50 tahun walaupun dengan segenap kontroversi yang menimpanya.

Ia dianggap intoleran oleh sebagian sejarawan. Dasar anggapan tersebut adalah Perang Deccan yang terjadi antara Mughal dan Maratha yang merupakan kerajaan Hindu. Perang 27 tahun tersebut berakhir imbang.

Setelah Aurangzeb wafat, terjadi perang saudara antara Quthbuddin A’zham dan Muazzam Bahadur Shahalam. Bahadur tampil sebagai pemenang dan merebut tahta yang ditinggalkan ayahnya.

Sejak kepempinan Bahadur, Mughal menemui fase kemunduran. Lembeknya kepemimpinan dan banyaknya konflik menjadi alasannya.

Ketika Inggris datang ke India, Mughal tidak bisa mencegah imperialisme yang dilancarkan di sana. Akhirnya, kehancuran datang semakin cepat dan dekat.

Pada 1857, Mirza Sirajuddin Bahadur Shahzafar akhirnya menyerahkan tahtanya kepada Inggris dan diasingkan ke Burma. Hal ini menandai berakhirnya kekuasaan Mughal atas India setelah 331 tahun.

Peninggalan Mughal begitu banyak dan tersebar di seluruh India. Selain peninggalan nyata seperti Taj Mahal dan tata kota, terdapat banyak peninggalan ilmu pengetahuan.

Demikian kisah mengenai Kesultanan Mughal. Semoga dapat menjadi ilmu dan hikmah yang berkah lagi sarat manfaat.

Amin ya robbal alamin.

Related Posts

Leave a Comment