PROGRESIF EDITORIAL – Hukum dalam Islam memiliki prinsip bertahap (tadarruj) yang bertujuan memudahkan umat memahami dan mengamalkan syariat. Salah satu contoh perubahan hukum yang terjadi pada masa Rasulullah ﷺ adalah hukum tentang mandi janabah. Pada awalnya, hukum mandi janabah hanya diwajibkan jika terjadi keluarnya mani (inzal). Namun, kemudian hukum ini mengalami perubahan, sehingga mandi wajib diperlukan dalam beberapa keadaan tertentu. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang perubahan hukum tersebut berdasarkan hadis sahih, ayat Al-Qur’an, dan penjelasan para ulama.
1. Perubahan Hukum Mandi Janabah pada Masa Rasulullah ﷺ
Pada masa awal turunnya syariat, hukum mandi janabah hanya diwajibkan apabila terjadi keluarnya mani (inzal). Jika seseorang melakukan hubungan suami-istri tetapi tidak terjadi ejakulasi, maka tidak diwajibkan mandi. Namun, hukum tersebut kemudian diubah melalui perintah Rasulullah ﷺ yang menetapkan kewajiban mandi janabah meskipun tidak keluar mani.
Dalil Hadis Perubahan Hukum:
- Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ، وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
“Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat anggota badan istrinya, kemudian bersungguh-sungguh (menggaulinya), maka wajib mandi meskipun tidak keluar mani.” (HR. Muslim, no. 348) - Hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَأْمُرُنَا بِالِاغْتِسَالِ إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ، وَيَقُولُ: إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Dahulu Nabi ﷺ memerintahkan kami untuk mandi apabila dua khitan bertemu (penetrasi), beliau bersabda: Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat anggota badan perempuan, kemudian dua khitan saling bertemu, maka wajib mandi.” (HR. Muslim, no. 349)
Penjelasan Hadis:
- Pada awalnya, hukum mandi wajib hanya berlaku ketika terjadi ejakulasi.
- Setelah turunnya hadis tersebut, hukum berubah menjadi wajib mandi apabila terjadi iltika’ul khitanain (masuknya zakar ke dalam farji), meskipun tidak terjadi ejakulasi.
- Perubahan ini adalah bentuk penyempurnaan syariat dan menunjukkan prinsip bertahap dalam menetapkan hukum.
2. Tiga Keadaan yang Mewajibkan Mandi bagi Laki-Laki
Dalam syariat Islam yang telah sempurna, seorang laki-laki diwajibkan mandi dalam tiga keadaan:
1. Ketika Memasukkan Zakar ke Farji (Iltika’ul Khitanain)
- Jika seorang laki-laki melakukan hubungan badan dengan istrinya hingga terjadi pertemuan dua khitan (iltika’ul khitanain), maka wajib mandi meskipun tidak keluar mani.
- Dalil: Hadis Abu Hurairah dan ‘Aisyah yang disebutkan sebelumnya (HR. Muslim).
2. Ketika Keluar Mani (Inzal) dengan Sebab Apa Pun
- Baik karena mimpi basah (ihtilam), hubungan suami-istri, atau sebab lainnya.
- Dalil: Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
“Air (mandi) itu disebabkan keluarnya air (mani).” (HR. Muslim, no. 343)
3. Ketika Meninggal Dunia
- Setiap Muslim yang meninggal dunia wajib dimandikan sebelum dikafani, kecuali yang mati syahid di medan perang.
- Dalil: Rasulullah ﷺ bersabda ketika meninggalnya putrinya, Zainab radhiyallahu ‘anha:
اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ
“Mandikanlah dia tiga kali, atau lima kali, atau lebih dari itu.” (HR. Bukhari, no. 1253)
3. Ayat Al-Qur’an tentang Mandi Janabah
Allah ﷻ memerintahkan mandi janabah dalam Al-Qur’an:
وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (QS. Al-Ma’idah: 6)
Ayat ini menjadi dasar utama kewajiban mandi setelah berhubungan badan atau keluar mani.
4. Hikmah dan Manfaat Syariat Mandi Janabah
- 1. Kesucian Spiritual dan Fisik: Mandi janabah tidak hanya membersihkan tubuh, tetapi juga menyucikan jiwa.
- 2. Ketaatan kepada Allah: Mengikuti syariat adalah bentuk kepatuhan yang menghadirkan pahala.
- 3. Kesehatan: Mandi setelah hubungan suami-istri membantu menjaga kebersihan tubuh.
- 4. Kesiapan untuk Ibadah: Mandi janabah menjadikan seseorang siap untuk shalat, membaca Al-Qur’an, dan beribadah lainnya.
5. Prinsip Perubahan Hukum dalam Islam (Tadarruj)
Perubahan hukum dari yang awalnya hanya wajib ketika keluar mani menjadi wajib setiap kali terjadi penetrasi adalah contoh prinsip tadarruj (bertahap) dalam syariat. Ini menunjukkan:
- Kelembutan Syariat: Islam memahami kemampuan manusia dalam menerima hukum secara perlahan.
- Penyempurnaan Syariat: Setelah umat siap, hukum ditegaskan secara sempurna.
- Relevansi Hukum hingga Hari Ini: Hukum yang terakhir berlaku tetap relevan sepanjang zaman.
6. Pelajaran yang Bisa Diambil:
- Taat kepada Perintah Rasulullah ﷺ: Umat Islam wajib mengikuti setiap ketetapan yang berasal dari Rasulullah ﷺ.
- Pentingnya Menuntut Ilmu: Tanpa ilmu, seseorang bisa terjerumus dalam kekeliruan beribadah.
- Kesucian adalah Bagian dari Iman: Menjaga kebersihan lahir dan batin adalah ciri seorang Mukmin.
Syariat Islam diturunkan secara bertahap untuk memudahkan umat memahaminya. Dalam kasus hukum mandi janabah, kita melihat bagaimana Rasulullah ﷺ memandu umat secara perlahan hingga hukum yang sempurna ditetapkan. Kewajiban mandi janabah dalam tiga keadaan—iltika’ul khitanain, keluarnya mani, dan wafat—adalah bagian dari kesempurnaan syariat yang menjaga kesucian lahir dan batin.
Semoga penjelasan ini menambah pemahaman kita terhadap fiqih thaharah dan memperkuat ketaatan kita dalam menjalankan syariat. Aamiin.
Sumber: Majelis Sama’ Shahih Bukhari Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Februari (2025).
[1] https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/3549/3297
[2] https://id.wikishia.net/view/Mandi_Janabah
[3] https://journal.staiypiqbaubau.ac.id/index.php/Mutiara/article/download/596/604/2108
[4] https://almanhaj.or.id/2775-kapan-wajib-mandi-dan-kapan-disunahkan.html
[5] https://www.detik.com/sumut/berita/d-6625810/dasar-hukum-penyebab-dan-tata-cara-mandi-wajib-bagi-umat-islam
[6] https://rumaysho.com/31035-safinatun-naja-hukum-air-sebab-dan-cara-mandi.html
[7] https://bali.kemenag.go.id/denpasar/berita/28736/hukum-mandi-wajib-menggunakan-air-hangat
[8] https://bali.kemenag.go.id/denpasar/berita/25137/belum-mandi-junub-hingga-subuh-apakah-puasa-sah