PROGRESIF EDITORIAL– Ilmu Nahwu merupakan ilmu yang biasa dipelajari oleh anak pesantren atau santri, dimana hal ini bertujuan unutk para santri dapat membaca kitab yang tanpa harakat sehingga membutuhkan ilmu nahwu yang tinggi
Ilmu Nahwu dapat disebut sebagai ilmu alat, dimana yang dimaksud ilmu alat ialah bahwa ilmu nahwu yang akan membantu para santri dalam mempelajari ilmu-ilmu lainnya seperti fiqih, hadis, tasawwuf, dan lain-lain
Tapi apa kalian tahu asal usul terciptanay ilmu nahwu ini? Sejarah ini dimulai dari pencetus ilmu nahwu yakni Abu al-Aswad ad-Duali (ابو الأسود الدؤلى). Dia lahir di kota Kuffah lalu tinggal di kota Bashrah. Ia menjadi orang pertama yang mencetus ilmu nhawu yang pada zamannya diperintahkan oleh Sayyidina Ali karramallahu wajhahu.
Saat Abu al-Aswad ad-Duali dan putrinya menikmati pemandangan langit dan bintang-bintang yang indah, lalu putrinya bermaksud unutk memuji pemandangan tersebut dengan mengucapkan
Putri: يا أبت ما أحسنُ السماءِ (Yaa abati, maa ahsanus samaai)
Sebagai catatan, yang dimaksud dari perkataan tersebut ialah “Wahai ayahku, apa yang paling indah dari langit?”. Padahal yang dimakud oleh putrinya adalah kata-kata takjub “Wahai ayahku, betapa indahnya langit itu”. dengan bahasa yang benar “Maa ahsana as-sama’a“, bukan pertanyaan seperti tadi “Maa ahsana as-sama’i“. Lantas saja ayahnya menjawab.
Ayah: “Indahnya langit adalah bintang-bintangnya.”
Putri: “Wahai Ayahku, bukan seperti itu yang ku maksud. Melainkan yang ku maksud adalah ketakjubanku akan keindahan langit!”.
Dari sini ayahnya mulai paham lalu ia memperbaiki dan menasehati putrinya.
Ayah: “Ucapkanlah maa ahsanas samaa a (ما أحسنَ السماءَ) dengan membaca fathah.”
Lalu, keesokan harinya Abu al-Aswad ad-Duali menemui Sayyidina Ali untuk melaporkan kejadian semalam atas percakapan Abu al-Aswad ad-Duali dengan putrinya. Ia berkata
Abu al-Aswad: “Wahai Amir al-Mu’minin, telah terjadi pada putriku suatu hal yang tidak aku mengerti mungkin engkau bisa memberi jalan keluarnya”
Kemudian Abu al-Aswad menceritakan kejadian semalam bersama putrinya. Kemudian Sayyidina Ali pun menjawab.
Ali: “Ketahuilah Wahai Abu al-Aswad, semua itu terjadi karena bercampurnya orang ‘ajam (non-arab) dengan orang arab.“
Lalu Sayyidina Ali menyuruh Abu al-Aswad ad-Duali untuk membeli kertas, keesokan harinya Abu al-Aswad ad-Duali diajari oleh Sayyidina Ali tentang pembagian kalam dan mengajarkan kalimat-kalimat dari bab ta’ajub
Ilmu nahwun pun berkembang setelah kejadian tersebut, banyak para ulama yang mengajarkan ilmu nahwu pada orang-orang, sehingga banyak orang yang bisa membaca bahasa arab dan kitab yang tidak memiliki harakat.