Sultan Agung Hanyokrokusumo merupakan sultan ke-3 yang memerintah Kesultanan Mataram. Di bawah kempemimpinannya, Mataram berkembang cukup pesat dan menjadi kerajaan besar di Nusantara. Salah satu perjuangan beliau yang membekas adalah perlawanannya terhadap VOC di Batavia.
Sultan Agung juga berhasil membawa Kerajaan Mataram ke dalam masa kejayaan. Wataknya yang tegas dan pintar membuat Sultan Agung mendapatkan banyak gelar atas prestasinya.
Kerajaan Mataram kala itu menjadi kerajaan terkuat dan terbesar di Nusantara pada masanya. Mataram juga berkembang pesat dalam berbagai bidang karena di bawah kendali Sultan Agung. Sultan Agung juga menjadi sosok pemimpin yang memiliki ciri yang unik dan khas.
Sultan Agung memiliki nama asli Raden Mas Jatmika, yang juga dikenal sebagai Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.
Sultan Agung lahir pada tahun 1593 di Kotagede Mataram dan wafat pada tahun 1645 di Desa Karta, sekitar 5 kilometer sebelah barat daya Kotagede. Nama Sultan Agung merupakan sebuah gelar dari berbagai gelar yang diperolehnya.
Awalnya, ia dipanggil dengan nama aslinya, Raden Mas Rangsang atau Raden Mas Jatmika. Kemudian, setelah naik tahta, Mas Rangsang mendapat gelar Panembahan Hanyokrokusumo atau Prabu Pandita Hanyokrokusumo.
Gelar ini terus bertahan sampai sang Sultan berhasil menaklukkan Madura pada tahun 1624. Sejak itu, sang Sultan mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung Hanyokrokusumo. Kemudian pada sekitar tahun 1640-an, gelarnya diganti menjadi Sultan Agung Senapati ing Alaga Abdurrahman.
Setahun setelah penggantian gelar terbarunya, Sultan Agung Hanyokrokusumo mendapatkan gelar bernuansa Arab dari pemimpin Ka’bah di Makkah, yaitu Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram. Nah, dari berbagai gelar itulah, kemudian gelar yang dipakai secara resmi dan populer adalah gelar Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Selama masa pemerintahannya, Kerajaan Mataram diusik oleh Belanda. Namun Sultan Agung berhasil menggunakan taktiknya dengan menawarkan kerjasama kepada kompeni Belanda. Awalnya ia melakukan siasat dengan rencana mengajak Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Belanda, namun ditolak.
Sultan Agung tidak putus dan akhirnya memperbesar angkatan perang Mataram dan mengirimkannya ke Batavia untuk melawan Belanda. Pasukan Mataram pun akhirnya menyerang benteng Belanda menggunakan pedang dan tombak. Serangan tersebut pun gagal.
Sultan Agung kembali mengirim pasukan Mataram ke Batavia pada tahun 1629 dan berhasil merebut Benteng Hollandia. Meski begitu, akhirnya benteng tersebut berhasil direbut kembali oleh Belanda.
Kegagalan merebut Batavia, tidak membuat Sultan Agung mau berdamai dengan Belanda. Oleh karena itu, Sultan Agung dikenal sebagai sosok raja yang tanggung dan gigih dalam melawan Belanda.
Kejayaan dari kerajaan Mataram dipengaruhi juga oleh pribadi Sultan Agung yang ulet, cakap dan memiliki mental yang sangat kuat dibanding raja-raja sebelumnya.