Allah juga melarang umatnya untuk memanggil beliau dengan namanya saja, sebagaimana firman-Nya, “Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain).” (QS. An-Nur: 63) Umatnya dilarang pula meninggikan suaranya melebihi suara beliau (QS. Al-Hujurat: 3), dan dilarang memanggil beliau dari balik kamar-kamar tidurnya (QS. Al-Hujurat: 4-5).
Panggilan penuh penghormatan itu menunjukkan bentuk cinta dan penghargaan Allah kepada beliau. Karena itu pulalah Allah bersumpah demi kerasulannya, kehidupannya, negerinya, dan masanya. Bahkah Allah mensifati dua sifat-Nya hanya untuk beliau, tidak untuk nabi-nabi sebelumnya. Hal ini terdapat pada ayat,
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)
Dua sifat tersebut adalah “Ar-Ra`uf” dan “Ar-Rahim”. Dalam tafsirnya, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud amat belas kasihan (Ar-Ra`uf) adalah sangat lemah lembut, sedang penyayang (Ar-Rahim) adalah sangat memiliki kasih sayang. Sementara dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa makna Ar-Ra`uf adalah sangat belas kasihan, dan Ar-Rahim adalah beliau selalu mengharapkan kebaikan bagi orang-orang mukmin.
Dua sifat amat belas kasihan lagi penyayang itu merupakan perwujudan paling tepat bagi semua profil singkat Nabi Saw. bahwa beliau adalah sosok penebar kasih sayang dan perdamaian.
Itulah Nabi Muhammad Saw., cahaya kebenaran yang menerangi kegelapan, yang hatinya penuh memancarkan kasih sayang dalam bentuk kesempurnaanya yang paling tinggi, yang tidak diutus Allah melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.