Yogyakarta adalah tanah istimewa. Segudang kekayaan alam dan kesantunan pribadinya membuat semua akan merasa nyaman untuk bersinggah di sana. Dari sekian pribadi tersebut, bersinar sebuah cahaya suci nan indah dari sebuah desa sederhana bernama Krapyak.
Dialah KH. Muhammad Munawwir, pendiri Pesantren al-Munawwir sekaligus sesepuh pakar al-Quran dan Bahasa Arab di Indonesia. Tak hanya itu, ia juga melahirkan keturunan yang ahli dalam bidang tersebut.
Lahir di Kauman, Yogyakarta pada 1870 dari pasangan KH. Abdullah Rasyad dan Hj. Khodijah, nasab KH. Muhammad Munawwir bersambung ke KH. Hasan Besari yang bersambung hingga Brawijaya V dan beberapa Walisongo.
Konon ketika KH. Hasan Besari sedang bermujahadah, ia diilhami bahwa salah satu anak keturunannya akan menjadi penghafal al-Quran. Begitu juga ketika KH. Abdullah Rasyad bermujahadah, ia juga diilhami bahwa seorang dari putranya akan menjadi ahli al-Quran.
KH. Muhammad Munawwir mengenyam pendidikan dasar di Pesantren Demangan asuhan Syaikhona R. KH. Muhammad Kholil. Selanjutnya, ia menjelajah ke berbagai negara untuk berguru ilmu al-Quran kepada beberapa ulama, mulai dari KH. Muhammad Sholeh (Darat, Semarang) hingga Syekh Ibrahim al-Huzaimi dan Syekh Yusuf Hajar ad-Dimyathi (Makkah, Hijaz).
Ketika pulang ke tanah air, KH. Muhammad Munawwir diminta KH. Said (Cirebon) untuk pindah ke Krapyak agar dapat mengajar santrinya lebih efektif. Ia lantas membeli sebidang tanah dan membangun surau kecil dibantu oleh KH. Muhammad Arwani Amin (Kudus).