Dalam Perang Mu’tah pada tahun 629 yang melibatkan antara pasukan Romawi dan Muslim, Khalid menggantikan Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, para pemimpin pasukan Muslim yang gugur.
Gugurnya pemimpin pasukan itu membuat Khalid mengambil alih pimpinan pasukan dan mengatur ulang taktik bertempur. Berkat kecerdasannya, ia mampu memimpin pasukan Muslim menerobos pasukan Romawi dengan selamat dan mendapat julukan Pedang Allah yang Terhunus.
Sementara itu, pada peristiwa pembebasan Mekkah atau Fatu Mekkah pada tahun 630 M, Khalid bin Walid memiliki andil yang cukup besar dalam mengobarkan semangat pasukannya.
Di bawah kepemimpinan militernya, Khalid mampu menyatukan Jazirah Arab di bawah Kekhalifahan Islam. Khalid memimpin pasukan dan tak terkalahkan dalam beberapa kali pertempuran melawan Kekaisaran Bizantium, Kekaisaran Sassaniyah, dan sekutu-sekutunya.
Kemudian, di era Khalifah Abu Bakar, Khalid bin Walid memimpin sejumlah pertempuran, seperti Pertempuran Riddah, Pertempuran Yamamah, serta penaklukan Persia dan Romawi.
Pencapaian gemilangnya terjadi sepanjang tahun 632 hingga 636, di mana ia memimpin pasukan Islam dalam Perang Riddah, Persia Mesopotamia, dan Suriah Romawi.
Ketika Khalifah Abu Bakar wafat dan digantikan oleh Umar bin Khattab, perannya dalam militer dikurangi. Pada 638, Khalid diberhentikan dari karier militernya oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Sepak terjang Khalid bin Walid seagai panglima perang Islam tidak diragukan lagi. Kisahnya ini menyimpan banyak pelajaran penting yang bisa diteladani oleh umat muslim, salah satunya tidak takabur.
Meski kehebatannya tidak diragukan lagi, Khalid tidak pernah membanggakan diri dan bersikap sombong. Dirinya tetap rendah hati dan tawadhu.
Selama pertempurannya yang mencapai ratusan, Khalid dipastikan tidak terkalahkan. Khalid bin Walid meninggal di Homs, Suriah, pada tahun 21 H atau 642 M di usia 50 tahun di tempat tidurnya.
Wallahu A’lam Bishawab