PROGRESIF EDITORIAL – Haji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima. Setiap Muslim yang memiliki kemampuan finansial dan memenuhi syarat-syarat haji diwajibkan untuk melaksanakan ibadah ini. Makkah kemudian menjadi tujuan utama bagi umat Muslim dari seluruh dunia untuk memenuhi kewajiban ini. Selain sebagai ibadah yang sakral, haji juga menjadi medan perjumpaan budaya lintas suku dan bangsa. Hal ini membentuk suatu sistem yang kohesif, di mana kedatangan Muslim dari berbagai negara menghasilkan pertemuan antar-budaya yang kaya. Beragam budaya tercermin dalam bahasa, busana, penggunaan simbol-simbol keagamaan, dan aspek lainnya. Karena itu, ibadah haji bukan hanya fenomena dengan partisipasi yang masif, tetapi juga merupakan arena di mana pertukaran nilai-nilai budaya secara aktif terjadi.
Ibadah haji, sebagai pusat kebudayaan agama yang suci, mengekspos simbol-simbol keagamaan dalam keragaman jama’ah yang mencakup ratusan bahkan ribuan budaya. Fenomena keragaman keberagamaan dalam jama’ah haji tercermin melalui bahasa, cara berpakaian, dan aspek lainnya, dipengaruhi oleh latar sosio-kultural yang beragam dari seluruh dunia. Sebagai hasilnya, ibadah haji tidak hanya menjadi peristiwa dengan peserta yang beragam secara jumlah, tetapi juga menjadi medan pertemuan dan pertukaran nilai-nilai budaya yang saling berinteraksi secara aktif.
Perbedaan sulit untuk dihindari karena perbedaan masing-masing pemahaman jamaah. Hal tersebut mestinya dikembalikan pada keyakinan setiap diri, tanpa harus memaksakan kehendak atau pendapat kita pada orang lain. Prinsip saling menghargai mesti dikedepankan agar kita tidak menuduh atau bahkan mengejek yang lain. Dalam konteks haji, perbedaan ini dapat terlihat dari cara masing-masing jamaah menjalankan ibadahnya, yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan pemahaman keagamaan mereka.
Dalam keragaman yang ada, ibadah haji mengajarkan kita tentang pentingnya toleransi dan penghargaan terhadap sesama. Komunikasi yang terjadi antar jamaah, baik melalui bahasa verbal maupun isyarat, mencerminkan semangat persaudaraan dan kebersamaan dalam perbedaan. Hal ini menjadi cerminan bahwa meskipun berbeda, kita tetap dapat bersatu dalam tujuan yang mulia. Kesadaran akan tujuan bersama, yakni meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, menjadi pendorong bagi jamaah haji untuk saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.
Haji kemudian menjadi aktualisasi pembuktian semangat ukhuwah, yang diwujudkan tidak hanya dalam bentuk jiwa, tetapi juga raga. Para jamaah haji dipertemukan oleh Allah dalam satu tempat, dengan maksud dan tujuan yang sama. Mereka mengucapkan bacaan yang sama hingga mengenakan pakaian ihram yang seragam, tanpa memandang perbedaan suku, ras, warna kulit, bahasa, pangkat, maupun kedudukan. Semua jamaah haji diwajibkan menunaikan ibadah dengan ketentuan-ketentuan yang sama.
Dari semangat ukhuwah ini, kaum muslimin seharusnya semakin menyadari bahwa seorang haji semestinya memiliki semangat ukhuwah yang lebih hebat dalam upaya menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Kesatuan dan persamaan yang ditunjukkan dalam ibadah haji mencerminkan nilai-nilai persaudaraan yang sejati. Hal ini menjadi contoh nyata bahwa perbedaan tidak seharusnya menjadi penghalang bagi umat Islam untuk bersatu dan bekerja sama dalam mencapai tujuan yang mulia.