Intifada ditandai dengan mobilisasi rakyat, protes massa, pembangkangan sipil, pemogokan yang terorganisir dengan baik, dan koperasi komunal. Menurut organisasi hak asasi manusia Israel, B’Tselem, 1.070 warga Palestina terbunuh oleh pasukan Israel selama Intifada, termasuk 237 anak-anak. Lebih dari 175.000 warga Palestina ditangkap.
Intifada juga mendorong komunitas internasional untuk mencari solusi atas konflik tersebut.
Tahun-tahun Oslo dan Otoritas Palestina
Intifada berakhir dengan ditandatanganinya Kesepakatan Oslo pada tahun 1993 dan pembentukan Otoritas Palestina (PA), sebuah pemerintahan sementara yang diberikan kekuasaan terbatas di wilayah-wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.
PLO mengakui Israel berdasarkan solusi dua negara dan secara efektif menandatangani perjanjian yang memberi Israel kendali atas 60 persen Tepi Barat, serta sebagian besar sumber daya tanah dan air di wilayah tersebut.
PA seharusnya memberikan jalan bagi pemerintah Palestina terpilih pertama yang menjalankan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur, tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Para pengkritik PA memandangnya sebagai subkontraktor korup bagi pendudukan Israel yang bekerja sama erat dengan militer Israel dalam memberangus perbedaan pendapat dan aktivisme politik melawan Israel. Pada tahun 1995, Israel membangun pagar elektronik dan tembok beton di sekitar Jalur Gaza, memutus interaksi antara wilayah Palestina yang terpecah.