Home Kompetisi HSN 2023 Peran Santri dalam Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Lingkungan Pesantren

Peran Santri dalam Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Lingkungan Pesantren

by Admin Progresif Media
Santri dan Lingkungan/Pexel

TANTO WIYAHYA – Indonesia memiliki banyak masalah yang harus segera ditemukan solusinya. Salah satu masalah harus segera terselesaikan adalah masalah sampah. Masalah sampah apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah lain seperti banjir, longsor, penyakit, perubahan iklim, dan lain sebagainya. Masalah sampah menjadi topik yang hangat diperbicangkan saat ini. Mengingat di musim kemarau ini beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terjadi kebakaran. Beberapa TPA juga ditutup sementara, hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar karena otomatis sampah akan menumpuk di TPS (Tempat Pembungan Sementara) dan di pinggir sampah. Hal ini bisa terjadi karena jumlah timbulan sampah yang semakin banyak, diperparah dengan bercampurnya berbagai jenis sampah, belum ada kesadaran dari masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah, dan manajemen pengelolaan sampah yang masih belum berjalan dengan baik. Masalah sampah ini merupakan tanggung jawab kita semua. Selaku penghasil sampah, kita semua harus bisa mengelola sampah secara mandiri.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam dan mempunyai asrama untuk menginap para santri. Sampah di lingkungan pesantren tentunya jumlahnya banyak, mengingat jumlah santri yang menginap berkisar ratusan sampai ribuan orang. Otomatis hal ini mengharuskan pesantren untuk mengelola sampah dengan baik. Karena lingkungan pesantren yang bersih akan membuat para santri nyaman dan fokus dalam melakukan semua kegiatannya. Agar permasalah sampah di TPA bisa berkurang, pihak pesantren harus berkomitmen untuk bisa mengelola sampah secara mandiri. Maka, dari itu perlu adanya sistem manajemen pengelolaan sampah di lingkungan pesantren yang baik agar pengelolaan sampah bisa dilakukan secara optimal.

Manajamen pengelolaan sampah dilingkungan pesantren bisa diawali dengan komitmen para semua yang tinggal di pesantren tersebut. Mulai dari pemilik pesantren, pengurus pesantren (ustadz dan ustadzah), pengurus dapur pesantren, pengurus kebersihan pesantren, pengurus keamanan pesantren, dan semua santri untuk berkotmen mengelola sampah secara mandiri di lingkungan pesantren. Tahap selanjutnya yaitu edukasi pengelolaan sampah. Edukasi awal bisa dilakukan kepada para pengurus pesantren. Setelah pengurus dilakukan edukasi kepada para santri, karena disini para santri merupakan penghasil sampah

terbanyak di lingkungan pesantren. Setelah melakukan edukasi tentunya para semua pihak di pesantren, terutama santri akan semakin sadar akan pentingnya mengelola sampah. Setelah semua paham tahapan selanjutnya yaitu dari pihak pesantren harus menyediakan sarana untuk kegiatan pengeolaan sampah di lingkungan pesantren mulai dari poster pengelolaan sampah, tong sampah pilah, dan tempat pengolahan sampah.

Salah satu alternatif sistem manajemen pengelolaan sampah di pesantren yaitu dengan mendirikan Bank Sampah Pesantren Terintegrasi (BEST). BEST merupakan program pengelolaan sampah di pesantren dengan skema terintegrasi agar semua sampah di pesantren bisa diolah secara mandiri dan tentunya menghasilkan keuntungan lainnya (sirkular ekonomi). Pihak pesantren harus membuat satu tempat khusus untuk pengolahan sampah di pesantren. Bank sampah di Indonesia, kebanyakan hanyak menerima sampah anorganik yang memiliki nilai jual. Maka dari itu, BEST sendiri harus bisa menerima semua jenis sampah, sehingga BEST ini harus berbeda untuk bisa menampung sampah organik juga agar meminimalisir sampah dibuang ke TPA. Sebelum memulai program BEST ini, pihak pesantren harus banyak melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), pihak pengepul untuk menampung dan menjual sampah organik, pembudidaya maggot, dan lain-lain. Kemudian dibangun ruang BEST dan dibentuk tim pengurusnya. Ruang BEST sendiri terdiri dari ruang administrasi, ruang pengolahan sampah organik dan ruang pengolahan sampah anorganik. Ruang pengolahan sampah organik bisa menggunakan sistem budidaya maggot, budidaya cacing, dan pengomposan berbagai metode (bata terawang, ember tumpuk, dan lain- lain). Ruang pengolahan sampah anorganik sendiri disediakan timbangan dan wadah berbagai jenis sampah anorganik.

Baca Juga:  Santri: Agen Penyemai Kebahagiaan

Sistem BEST ini melibatkan santri sebagai pelaku utama. Para santri akan mendapatkan buku tabungan sampah. Dimana para santri diwajibkan mengelola sampah-masing yang sudah dipilah sesuai jenisnya. Kemudian, sampah dari para santri tersebut dikumpulkan di ruang pengolahan BEST. Sampah yang setor para santri ditimbang dan kemudian dicatat di buku tabungan tersebut. Buku tabungan santri tersebut akan dikumpulkan di akhir semester. Untuk menambah semangat para santri dalam melakukan pemilahan sampah, diakhir semester tersebut bisa diberikan hadiah. Hadiah yang diberikan bisa uang atau barang yang bermanfaat (buku tulis, pakaian, dan lain-lain). Demi melibatkan banyak santri yang terlibat dalam pengelolaan sampah di BEST, sebagai pengurus juga harus ada dari santri. Ruang BEST sendiri selain untuk pengelolaan sampah juga sebagai tempat edukasi untuk para santri. Sehingga, harus dibuat jadwal secara bergiliran dan bertahap untuk para santri di edukasi dan ikut praktik pengelolaan sampah di ruang BEST. Dari pihak pengurus juga selain fokus pada membuat

sistem dan membuat sarana pengelolaan. Pihak pengurus juga harus melakukan pengawasan yang efektif. Pihak pengurus juga harus bertindak tegas kepada para santri yang melanggar dan tidak menjalankan pengelolaan sampah secara mandiri.

Jenis sampah yang harus cepat ditangani di lingkungan pesantren adalah sampah organik. Sampah organik adalah sampah basah yang berasal dari makluk hidup sepeti tumbuhan dan hewan. Sampah organik menjadi masalah karena apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan bau, meningkatkan populasi lalat, dan tentunya lebih rentan terkena penyakit. Sampah organik di lingkungan pesantren didominasi sampah dari dapur pesantren. Solusi untuk permasalahan organik adalah dengan melakukan pengomposan, budidaya maggot, dan lain-lain, Metode pengomposan sendiri berbagai macam cara bisa dibuat dengan metode bata terawang, membuat biopori, losida (lodong sisa dapur), ember tumpuk, membuat ecoenzym, dan lain-lain. Budidata maggot juga merupakan solusi terbaik dalam menangani sampah organik karena maggot memiliki kecepatan dalam mengurai sampah organik dengan cepat dibandingkan dengan metode pengomposan yang membutuhkan waktu lebih lama (3 bulan). Budidaya maggot juga menghasilkan berbagai macam produk larva maggot untuk pakan ternak, dibuat maggot kering, dibuat tepung maggot, menghasilkan pupuk kasgot (kasgot), dan lain-lain. Pesantren bisa memilih metode pengolahan yang sesuai tempat dan sarana. Lebih baik lagi bisa membuat dua metode tersebut di satu tempat. Hasil dari pengolahan sampah organik juga bisa dijual seperti pupuk kompos, larva maggot, pupuk organik cair, dan ecoenzym. Sebagian lagi harus digunakan juga dilingkungan pesantren. Apbila pesantren tersebut punya kebun dan ternak, bisa menggunakan pupuk hasil pengomposan untuk budidaya tanaman, sehingga tidak perlu lagi membeli pupuk di luar. Apabila pesantren punya ternak seperti ayam atau bebek bisa diberikan larva maggot yang memiliki protein sangat tinggi dan sangat bagus untuk pakan ternak. Hasil kebun (sayuran, buah-buahan, umbi-umbian) dan hasil ternak (daging dan telur) bisa balik lagi atau kembali lagi ke dapur pesantren untuk di konsumsi kembali oleh para santri. Sehingga, prinsip dari pengolahan sampah organik yaitu “dari meja makan, kembali lagi ke meja makan”. Bisa dikatakan apabila pesantren bisa melakukan hal tersebut, pesantren tersebut telah mandiri, tahan, dan berdaulat pangan.

Baca Juga:  Santri, Mencintai Indonesia Tanpa Tapi

Pengolahan sampah anorganik di lingkungan pesantren, para santri harus di edukasi berbagai jenis sampah anorganik sepeti jenis plastik (botol plastik, gelas plastik, emberan), jenis kertas (dus, majalah, koran, buku tulis. HVS, dan lain-lain), dan jenis logam (besi, tembaga, dan lain-lain). Sampah anorganik yang memiliki nilai jual ini bisa dikumpulkan dan kemudian dijual kepada pengepul sampah organik atau dijual langsung ke pabrik industri yang mebutuhkan. Ada juga sampah anorganik yang belum memiliki nilai jual (sampah residu)

seperti kemasan sachet, kemasan snack, dan lain-lain. Sampah residu tersebut bisa dilakukan pengolahan seperti dibuat ecobrick yang nantinya bisa dibuat berbagai macam kerajinan lainnya seperti dibuat kursi ecobrick, meja ecobrick, dan lain-lain. Para santri harus bisa memisahkan sampah anorganik tersebut sehingga jenis sampah anorganik tersbeut dapat dipisahkan sesuai jenisnya.

Pengolahan sampah di pesantren menggunakan sistem BEST ini diharapkan membuat lingkungan persantren lebih bersih, para santri lebih mencintai lingkungan, para santri bisa mengelola sampah secara mandiri, dan menghasilkan keuntungan. Pesantren yang bisa mengelola sampah secara mandiri berarti membantu Indonesia agar terbebas dari masalahdarurat sampah yang semakin hari semakin parah. Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang aktif untuk mengolah sampah, dan harapannya kegiatan tersebut menjadi berkah. Pesantren sampahnya dipilah dan diolah, menjadikan sampah itu berkah. Alhamdulillah.

JUARA I – Artikel ini merupakan Pemenang dalam Kompetisi Semarak Hari Santri Nasional oleh Progresif Digital Media

Related Posts

Leave a Comment