Home Berita Pilkada Jatim 2024: Optimisme keterwakilan Perempuan dalam kontestasi Politik

Pilkada Jatim 2024: Optimisme keterwakilan Perempuan dalam kontestasi Politik

by Aqila Nur Rahmalia
Ketiga Bacagub Jawa Timur 2024/ Ilustrasi oleh NU Online/Aceng

PROGRESIF EDITORIAL – Masyarakat Jawa Timur akan menyambut Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak yang akan dilaksanakan November depan (27/11/2024). Pilkada ini merupakan momen bagi masyarakat untuk memilih keterwakilan pemimpin di daerahnya baik dari Gubernur hingga Bupati atau Walikota, tak terkecuali Provinsi Jawa Timur.

Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu provinsi terbesar yang krusial di Indonesia tentu menjadi daya tarik tersendiri. Bagaimana tidak Jawa Timur memiliki peranan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Sebagai provinsi dengan kontribusi sekitar 15% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, Jawa Timur menempati posisi kedua setelah DKI Jakarta dalam hal kontribusi ekonomi.

Menariknya, pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilkada Jatim) 2024 menjadi sorotan publik karena tiga tokoh perempuan, yaitu Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, dan Luluk Nur Hamidah, maju sebagai calon gubernur. Fenomena ini menandai perkembangan positif dalam kesetaraan gender di Indonesia, terutama dalam konteks kepemimpinan daerah. Hal ini berbeda dari kontestasi pilkada di wilayah lainnya dimana Jawa Timur sebagai salah wilayah penting di Indonesia kini didominasi oleh para sosok pemimpin perempuan yang punya representasi yang kuat. Ketiga calon ini pun telah berkiprah sebagai tokoh pemimpin yang berprestasi di negeri ini, latar belakang mereka juga tidak bisa dianggap biasa saja.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, berikut adalah profil calon gubernur Jawa Timur untuk Pilkada 2024:

Khofifah Indar Parawansa

  • Petahana Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024
  • Lahir di Surabaya, 19 Mei 1965 (usia 59 tahun pada 2024)
  • Kembali berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak sebagai calon wakil gubernur
  • Diusung oleh koalisi 15 partai politik, termasuk Gerindra, Golkar, Demokrat, NasDem, PAN, PKS, dan PPP
  • Memiliki elektabilitas tertinggi berdasarkan beberapa survei
  • Sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Sosial dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Tri Rismaharini

  • Lahir di Kediri, 20 November 1961 (usia 63 tahun pada 2024)
  • Mantan Wali Kota Surabaya (2010-2020) dan Menteri Sosial (2020-2024)
  • Berpasangan dengan Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) sebagai calon wakil gubernur
  • Diusung oleh PDI Perjuangan
  • Dikenal dengan berbagai prestasi dan penghargaan selama memimpin Kota Surabaya
  • Memiliki elektabilitas kedua tertinggi setelah Khofifah berdasarkan beberapa survei
Baca Juga:  Syekh Yusri: Perbaiki Sisa Umur Kita dengan Perbanyak Zikir

Luluk Nur Hamidah

  • Lahir di Jombang, 25 Juni 1971 (usia 53 tahun pada 2024)
  • Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
  • Berpasangan dengan Lukmanul Khakim sebagai calon wakil gubernur
  • Diusung oleh PKB
  • Memiliki latar belakang pendidikan S2 Ilmu Sosiologi dari Universitas Indonesia dan S2 Administrasi Publik dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura
  • Aktif dalam berbagai organisasi seperti PMII dan KNPI

Donimasi perempuan sebagai Bacagub Jatim jadi angin segar dalam panggung politik di negeri ini. Keterwakilan perempuan dalam kontestasi politik menjadi isu yang semakin penting dalam konteks demokrasi Indonesia. Perempuan acap kali mendapat stereotipe tertentu yang meragukan kemampuannya sebagai pemimpin. Meskipun telah ada upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan melalui kebijakan kuota, tantangan yang dihadapi masih sangat signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada ketentuan yang mengharuskan 30% keterwakilan perempuan dalam legislatif, realitas di lapangan seringkali tidak mencerminkan hal tersebut. Misalnya, di beberapa daerah, keterwakilan perempuan di DPRD masih rendah, seperti yang terjadi di Sulawesi Tenggara yang hanya mencapai 17,7% (Kasim et al., 2022).

Salah satu faktor utama yang menghambat keterwakilan perempuan adalah budaya patriarki yang masih kuat dalam masyarakat Indonesia. Penelitian menunjukkan bahwa pandangan tradisional yang menganggap perempuan sebagai pilihan kedua dalam politik berkontribusi pada rendahnya partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan (Jumanah, 2023; Yuwono, 2018). Selain itu, faktor modal juga menjadi penghalang, di mana perempuan sering kali memiliki keterbatasan finansial untuk berkampanye dan mendapatkan dukungan politik yang diperlukan.

Pilkada Jatim 2024 menjadi contoh nyata peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik. Ketiga calon gubernur perempuan ini memiliki latar belakang yang kuat dalam politik dan kepemimpinan. Khofifah Indar Parawansa, sebagai Gubernur Jatim periode sebelumnya, telah menunjukkan kemampuan kepemimpinannya. Tri Rismaharini, sebagai Menteri Sosial dan bekas Wali Kota Surabaya, memiliki pengalaman yang luas dalam pemerintahan. Luluk Nur Hamidah, sebagai kader PKB, telah menunjukkan komitmen terhadap isu-isu perempuan dan anak

Baca Juga:  Urgensi Berpolitik Bagi Ulama

Menurut Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga, Febby Risti Widjayanto, S.IP., M.Sc, Beberapa faktor yang mendorong peningkatan keterwakilan perempuan dalam Pilkada Jatim 2024 antara lain:

  1. Peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG): Peningkatan IPG di Jawa Timur menunjukkan kemajuan dalam kesetaraan gender, yang berdampak pada peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik.
  2. Keterlibatan Partai Politik: Partai-partai politik seperti PDI Perjuangan dan PKB telah mengusung calon gubernur perempuan, menunjukkan komitmen terhadap kesetaraan gender.
  3. Kesadaran Masyarakat: Masyarakat Jawa Timur telah menunjukkan kesadaran terhadap pentingnya keterwakilan perempuan dalam politik, yang berdampak pada peningkatan partisipasi perempuan dalam Pilkada

Pilkada Jatim 2024 menunjukkan peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik, yang merupakan langkah maju dalam kesetaraan gender di Indonesia. Namun, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi, seperti budaya patriarki, sistem partai politik, dan keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keterwakilan perempuan dalam politik dan memperkuat komitmen partai-partai politik terhadap kesetaraan gender.

Related Posts

Leave a Comment