PROGRESIF EDITORIAL – Dalam keseharian, kita sering kali terjebak dalam dinamika hidup yang penuh tantangan. Mulai dari masalah ekonomi hingga interaksi sosial, setiap langkah memerlukan refleksi mendalam untuk menjaga keberkahan dan ketenteraman. Dawuh KH. Agoes Ali Masyhuri, seorang ulama kharismatik, menyampaikan tiga pesan berharga yang menyentuh inti dari keberkahan hidup: menjaga lisan, melestarikan bahasa, dan menghormati sesama tanpa memandang status.
Ketiga poin ini bukan hanya nasihat sederhana, melainkan pedoman hidup yang menghubungkan rezeki dengan perilaku, serta menanamkan nilai-nilai adab dalam kehidupan modern. Mari kita gali hikmah dari dawuh beliau.
1. Rezeki Seret karena Lisan Tak Terjaga
“Katah uwong rezekine seret mergo lisanne mboten bagus.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa ucapan kita berpengaruh besar terhadap kehidupan, termasuk urusan rezeki. Lisan yang digunakan untuk berkata buruk, memfitnah, atau merendahkan orang lain bukan hanya merusak hubungan antarindividu, tetapi juga menghambat datangnya keberkahan dari Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.’ Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.” (QS. Al-Isra: 53)
Dampak Ucapan Buruk pada Kehidupan
Perkataan buruk bisa menjadi sebab hilangnya keberkahan. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, menjaga lisan tidak semudah yang terlihat, terutama di era digital saat ini. Media sosial sering menjadi wadah bagi banyak orang untuk melontarkan komentar tanpa pikir panjang. Komentar negatif, berita hoaks, atau ucapan yang menyakitkan bisa menyebar dengan cepat, membawa dampak buruk tidak hanya bagi yang mendengar, tetapi juga bagi yang mengucapkan.
2. Bahasa Halus yang Terkikis
“Boso mulai terkikis.”
KH. Agoes Ali Masyhuri mengungkapkan keprihatinannya atas terkikisnya nilai-nilai budaya dalam berbahasa. Dalam tradisi Nusantara, penggunaan bahasa halus seperti krama inggil mencerminkan penghormatan terhadap orang lain. Namun, di tengah perkembangan zaman, nilai ini mulai memudar, tergantikan oleh komunikasi yang cenderung bebas dari adab.
Mengapa Bahasa Halus Penting?
Bahasa halus tidak hanya mencerminkan adab, tetapi juga menunjukkan kepribadian dan akhlak seseorang. Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya berbicara dengan sopan, seperti dalam sabdanya:
“Seorang muslim adalah yang membuat muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari)
Ketika bahasa halus mulai terkikis, efeknya tidak hanya pada individu, tetapi juga pada keharmonisan sosial. Kata-kata kasar sering menjadi pemicu konflik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.