PROGRESIF EDITORIAL – Di seluruh dunia, umat Islam mengakui shalat sebagai kewajiban dalam agama Islam yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Di Jawa, shalat dikenal dengan istilah Sembahyang (berasal dari kata sembah dan hyang).
Meskipun, secara sekilas, shalat terlihat sebagai ritual yang sederhana dan dapat dilaksanakan dengan mudah, masih ada beberapa orang yang mengabaikannya. Ini disayangkan, mengingat Allah telah memerintahkan umat Nabi untuk menjalankannya demi kebaikan dan keberuntungan diri sendiri serta orang lain.
Dikutip dari NU Online, pada prinsipnya, melaksanakan shalat akan membimbing seseorang untuk menjauhi segala larangan Allah. Hal ini dapat membantu individu untuk memelihara rendah diri, berperilaku baik, memiliki ketakwaan dalam menjalankan perintah-Nya, dan juga meningkatkan disiplin terhadap waktu.
إِنَّ الصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
Artinya : Sesungguhnya sembahyang itu adalah mencegah dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar. (QS. Al-Ankabut : 45)
Dalam konteks teks, kewajiban shalat dimulai saat Nabi melaksanakan Isra’ dan Mi’raj. Saat ini, masyarakat mengenang peristiwa tersebut dengan berbagai konsep, salah satunya melalui kegiatan pengajian. Biasanya, mubaligh menyampaikan materi ceramah yang sering berkaitan dengan pelaksanaan shalat lima waktu.
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَـٰبًا مَّوْقُوتًا
Artinya : Sesungguhnya sembahyang itu bagi orang-orang mukmin merupakan kewajiban yang mempunyai waktu tertentu. (QS. An-Nisa’ ayat 103)
Pemaparan sebelumnya menekankan bahwa setiap orang beriman yang tidak melaksanakan shalat tanpa alasan yang sah, akan menghadapi hukuman di hari kiamat. Allah berfirman dalam surat Al-Mudatssir ayat 42-43.
مَاسَلَكَكُمْ فِى سَقَرَ، قَالُواْ لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
Artinya : Apakah yang menyebabkan kalian terjerumus ke dalam api neraka? Mereka sama menjawab : Karena kami tidak termasuk daripada orang-orang yang sembahyang.
Dalam hadits, perkataan Nabi ditegaskan.
مَنْ تَرَكَ صَلَاةً مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَ مِنْ ذِمَّةِ مُحَمَّدٍ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ) “قَالَ العِرَاقِى، أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالْبَيْهَقِى مِنْ حَدِيْثِ أُمِّ أَيْمَنَ بِنَحْوِهِ وَرِجَالُ إِسْنَادِهِ ثِقَاتٌ قُلْتُ وَعَنِ ابْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ فِى المُصَنَّفِ عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ عَنِ الْحَسَنِ مُرْسَلًا. “مَنْ تَرَكَ صَلَاةً مُتَعَمِّدًا كَتَبَ اللهُ عَلَى بَابِ النَّارِ فِيْمَنْ يَدْخُلُهَا” وَعِنْدَ الْبَيْهَقِى فِى المَعْرِفَةِ عَنْ نَوْفَل، “مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَكَأَنَّهَا وَتَرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ
Artinya : Barang siapa meninggalkan sembahyang dengan sengaja, maka ia telah jatuh dari ikatan syariat Nabi Muhammad SAW.” Berkata Al-‘Iraqy hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dari hadits Ummi Aiman dan para perawi hadits tersebut orang-orang terpercaya.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf dari Abi Darda’ dan Al-Hasan sebagai hadits mursal adalah sebagai berikut:
“Barang siapa meninggalkan sembahyang dengan sengaja, maka namanya akan ditulis di atas pintu neraka sebagai orang yang akan memasukinya.”
Sebagai catatan, dalam riwayat Al-Baihaqi di dalam kitab Al-Ma’rifah dari Naufal:
“Barang siapa meninggalkan sembahyang maka seolah-olah ia mengurangi keluarga dan hartanya.”
Allah berfirman dalam Qs. Adz-Dzariyat ayat 56-57.
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّالِيَعْبُدُوْنَ مَآاُرِيْدُمِنْهُمْ مِّنْ رِزْقٍ وَمَآاُرِيْدُ اَنْ يُطْعِمُوْنَ
Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberiKu makan.
Dengan cara ini, seorang mukmin yang rutin menjalankan shalat lima waktu sebenarnya sedang melatih diri dalam kedisiplinan waktu, kebersihan, pemenuhan janji, kecerdasan berpikir, dan menjaga kesehatan. Semakin terlihat bahwa individu yang melaksanakan shalat akan meraih kehormatan, yang mencakup kemudahan dalam segala hal, termasuk rezeki, serta manifestasi tanda-tanda keberkahan yang tercermin melalui wajah yang bersinar.