Home Esai Virtual Tourism, Fenomena Pasca-Pandemi dan Masa Depannya

Virtual Tourism, Fenomena Pasca-Pandemi dan Masa Depannya

by Aqila Nur Rahmalia
Freepik/Ilustrasi Virtual Tourism

PROGRESIF EDITORIAL – Sebagian dari kita mungkin baru mendengar gaung Wisata Daring atau Virtual Tourism (VT) setelah pandemi Covid-19 mencuat. Pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai efek kejut di hampir semua sektor, salah satunya Ekonomi Kreatif dan Pariwisata. Mengutip Laporan Google Community Mobility Index (indeks pergerakan masyarakat) pada beberapa provinsi di Indonesia bulan April 2020, menunjukkan nilai rerata minus di angka -10 sampai -20% jika dibandingkan dengan nilai pergerakan masyarakat pada awal 2020 sebelum Covid-19 (Google, 2020). Pergerakan Masyarakat kala itu didominasi pada area pemukiman, sedangkan pada kategori lain seperti tempat umum, pusat perbelanjaan, taman rekreasi, dan pusat transportasi seperti stasiun/bandara mengalami penurunan drastis. Indeks pergerakan ini baru meningkat kembali setelah adanya implementasi vaksin pada tahun 2021.

Menurunnya angka pergerakan masyarakat telah memukul keras sektor pariwisata. Pelaku Usaha Pariwisata berlomba – lomba melakukan segala daya upaya agar dapat bertahan selama pandemi. Misalnya, dengan menjual aneka produk merchant dan makanan secara daring melalui super apps (Gojek, Grab dll) atau e-commerce (Tokopedia, Shopee, Bukalapak dll). Selain itu, menggunakan cara lain, untuk memberikan Consumer Experience di masa Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), beberapa Tempat Wisata melakukan inovasi dengan menawarkan Digital Marketing dan Virtual Tourism (Wisata Daring) bagi konsumen melalui berbagai platform berbasis Internet.

Memanfaatkan Virtual Tourism menjadi salah satu opsi bagi Pelaku Usaha untuk tetap berkoneksi dengan pengunjung atau target market pariwisata mereka. Pada riset lampau, konsep Virtual Tourism diajukan sebagai elemen penting pada tren pengembangan sektor pariwisata masa depan yang memanfaatkan bauran teknologi untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan (Bowen & Whalen, 2017). Ditambah lagi penggunaan smartphone serta teknologi AR/VR dapat menambah interaksi dinamis yang dialami user selayaknya mereka berada di tempat wisata tanpa perlu berkunjung secara langsung (Femenia-Serra, Neuhofer, & Ivars-Baidal, 2019). Pandemi Covid-19 kemudian mempercepat terimplementasinya Virtual Tourism secara masif di seluruh dunia termasuk Indonesia. Muhammad dkk, merangkum perkembangan penelitian yang terpublikasi Scopus mengenai Virtual Tourism sejak 2010 – 2020 hasilnya menunjukkan jumlah penelitian yang dimuat mengalami peningkatan pesat pada tahun 2020. Pengujian Muhammad dkk pada penelitian-penelitan ini juga menemukan bahwa virtual tourism memiliki dampak pada peningkatkan kepuasan masyarakat di tengah pandemi (Muhammad, Mutiarini, & Damanik, 2021)

Baca Juga:  Merasa Hidup Anda Sudah Bahagia? 10 Kiat Inilah Kuncinya!

Pertanyaannya, apakah inovasi yang mencuat sebagai solusi usaha pariwisata pada masa pandemi ini dapat bertahan dan tetap menjadi pilihan bagi pelaku usaha di masa depan? Bagi penulis jawabannya adalah iya. Meskipun pariwisata virtual tidak dapat menggantikan pariwisata tradisional terutama dalam hal kepuasan perjalanan, namun hal ini bisa dijadikan alternatif bagi wisatawan yang memiliki keterbatasan untuk melakukan perjalanan sebenarnya. Misalnya, terjadi akibat keterbatasan fisik, jarak, kendala keuangan, atau waktu. Selain itu, VT dapat membantu wisatawan unutk menyusun rencana dan keinginan untuk mengunjungi tujuan tertentu namun tertunda karena pandemi (Kinseng, Kartikasari, Aini, Gandi, & Dean, 2022)

Berkaitan dengan pengaruh kondisi keuangan yang disebutkan diatas tentu sangat erat kaitannya dengan nilai konsumsi masyarakat. Pada tahun 2023 diprediksi akan menjadi tahun yang berat akibat resesi global yang saat ini telah dirasakan di beberapa negara. Berbagai studi lama telah menyebutkan sebagai kebutuhan tersier manusia, Pariwisata akan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak akibat resesi global. Masyarakat akan cenderung mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan utama mereka dibanding kebutuhan leisure time mereka. Smeral (2009) juga menyebut bahwa sektor pariwisata akan pulih lebih lama dibanding sektor perekonomian lain seperti pada lini produksi, distribusi dan jasa.

Menariknya, inilah mengapa pentingnya untuk membangun Sektor Pariwisata yang berkelanjutan agar dapat bertahan dalam semua kondisi terutama pada era disrupsi ketika masa depan tidak dapat diprediksi dengan mudah. Berdampingan dengan teknologi menjadi hal yang notabene wajib dilakukan, mengingat target pasar pariwisata kini telah menggunakan alat komunikasi digital untuk mencari informasi dikehidupan sehari – hari.  Kedepan, pelaku usaha tidak cukup hanya berkutat pada implementasi VT saja namun perlu diimbangi dengan peningkatan fasilitas serta digital marketing.

Beberapa penelitian mengindentifikasi beberapa perbaikan yang perlu dilakukan oleh para Pelaku Usaha Pariwisata terutama pada pemanfaatan digital marketing dan VT. Pertama, Wisatawan sering kali kesulitan dalam mendapat akses informasi sehingga diperlukan optimasi SEO, Sistem Reservasi yang terintegrasi, konten website yang mudah dipahami serta penggunaan big data. Kedua, pemanfaatan teknologi yang tidak optimalnya penggunaan sosial media atau aplikasi smarthphone, pada poin ini Labanauskaitė et al menyebut penggunaan Virtual Reality akan menambah nilai tambah terutama branding process bagi wisatawan/konsumen. Ketiga, pemanfaatkan Customer Relationship Management untuk memberikan efesiensi komunikasi yang tidak hanya satu arah namun juga secara simultan kepada konsumen (Labanauskaitėa, Fioreb, & Stašysa, 2020; Verma, Warrier, Bolia, & Mehta, 2022)

Baca Juga:  Kesyukuran dan keteguhan: Rahasia Tersembunyi di Surah Yusuf Ayat 101!

Sebagai penutup, Penulis menyimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi yang interaktif dan integratif bukanlah hal yang tidak mungkin pada sektor pariwisata. Justru pemanfaatan teknologi yang tepat dapat membantu pergerakan sektor wisata ke arah yang lebih baik. Menparekfraf Sandiaga Uno menyebut, meskipun di tahun 2023 Dunia mengalami resesi ekonomi global, namun daya beli masyarakat Indonesia dianggap mampu untuk menopang sektor pariwisata (Itsnaini, 2023) sehingga pemanfaatan internet dan teknologi yang disesuaikan pada wisatawan lokal diharapkan dapat memberi nafas segar bagi Industri Pariwisata.

Related Posts

Leave a Comment