Lalu, bisakah kita mengatasi pembodohan itu dan membangun kembali peradaban Islam?.
Tentu saja. Namun, rintangan yang dilalui untuk masa depan tentu akan semakin berat. Di zaman Rasulullah, musuh yang harus dihadapi hanya kaum kafir. Seiring berjalannya waktu, kita seolah harus melawan saudara dan sahabat kita sendiri. Jiwa dan nala kita diselimuti, dibelenggu oleh konservatisme dan fanatisme buta yang akhirnya secara perlahan akan membunuh diri sendiri .
Kebangkitan Islam tak akan terwujud tanpa kemajuan pola pikir. Sehingga, kita harus mengarahkan pola pikir umat agar berjalan ke depan. Dengan itu, kesadaran akan realita serta keinginan untuk membangun kembali kejayaan akan terwujud dan terealisasikan dengan signifikan.
Namun, dalam usaha tersebut, jangan menggunakan cara yang sangat revolutif. Peradaban Islam dan Indonesia hanya mengenal tindakan yang halus, lembut, dan menghanyutkan layaknya aliran sungai. Memang hal tersebut tak akan memajukan secara langsung. Namun, apabila arahnya telah terbentuk, maka akan tetap terarah selamanya.
Inilah pekerjaan rumah kita sebagai calon generasi emas Islam ke depannya. Kita tentu dituntut untuk membangun kembali peradaban agung yang telah lama nyaman dalam tidurnya. Jelas, hal ini tak mudah. Namun, dengan strategi pendekatan yang cerdas, semoga agama ini akan kembali berjaya dan menjadi penguasa dunia.
Amin ya robbal alamin.