PROGRESIF EDITORIAL – AI atau yang biasa kita kenal dengan sebutan ‘ChatGPT’ sudah mulai marak digunakan oleh masyarakat, karena mudahnya akses penggunaannya dan pelayanan informasi yang menarik serta mempercepat berbagai kebutuhan seperti menulis essai dan semacamnya.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana hukum menggunakan AI untuk menulis khutbah Jumat menurut perspektif Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan Nahdlatul Ulama (NU)?
Apakah hal ini diperbolehkan atau justru mengandung masalah dari segi syariat? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menelaah beberapa prinsip dasar dalam Islam, pandangan ulama Aswaja, serta merujuk pada dalil-dalil Al-Quran dan hadits yang relevan.
Pertama-tama, kita harus memahami bahwa khutbah Jumat merupakan bagian dari ibadah yang memiliki tata cara dan syarat-syarat tertentu. Khutbah bukan sekadar pidato biasa, melainkan bagian dari rangkaian shalat Jumat yang memiliki nilai kesunahan dan kesakralan tersendiri.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
“Barangsiapa yang berkata kepada temannya pada hari Jumat, ‘Diamlah!’ saat imam sedang berkhutbah, maka ia telah melakukan perbuatan sia-sia (laghwu).”
(HR. Bukhari no. 934, Muslim no. 851).
Hadits ini menunjukkan betapa khutbah Jumat memiliki kedudukan penting dalam Islam. Lalu, bagaimana jika konten khutbah tersebut ditulis dengan bantuan AI seperti ChatGPT? Untuk menjawab ini, kita perlu melihat dari dua aspek, yaitu aspek teknis penyusunan khutbah dan aspek niat serta tanggung jawab penceramah.
Dari segi teknis, selama materi khutbah yang dihasilkan AI tidak berlawanan dengan akidah Ahlussunnah wal Jamaah, mengandung nasihat yang baik, serta memenuhi rukun dan syarat khutbah seperti memuji Allah, membaca shalawat, membaca ayat Al-Quran, dan memberikan nasihat taqwa, maka secara konten, khutbah tersebut sah. Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah tanggung jawab moral dan keilmuan dari khatib.
Seorang khatib tidak boleh sekadar membacakan teks tanpa memahami makna dan dalil yang disampaikan. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al-Isra’ 17:36).