Home Opini Hakikat al-Jama’ah dalam Aswaja

Hakikat al-Jama’ah dalam Aswaja

by Abdul Wahid Tamimi

Arti “al-Jama’ah” adalah perkumpulan. Sebagian menafsirkannya sebagai kaum mayoritas. Namun, jika diartikan sebagai demikian, akan ada dalil yang melemahkan. Dalam QS. al-An’am: 116, Allah berfirman,

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al An’am: 116)

Kebenaran bukan soal kuantitas pribadi yang meyakini dan mengakuinya. Terkadang, kebenaran adalah setiap perkara yang tersembunyi atau bahkan menentang kebenaran yang sudah ada dan diyakini mayoritas umat.

Sebagian ulama menafsirkan “al-Jama’ah” dengan makna persatuan umat muslim dengan mengikuti ajaran syariat yang tergambar dalam al-Quran, as-Sunnah, ijtihad ulama yang berkompeten, dan qiyas yang sesuai dengan kaidah agama. Maka, berdirinya bermacam ajaran seperti Mu’tazilah, Khawarij, Syiah, Wahhabi, Druze, dan sebagainya adalah bentuk memisahkan diri dari “al-Jama’ah”.

Padahal, sangat banyak sekali dalil yang menganjurkan umat muslim secara tersurat atau tersirat untuk bersatu di bawah panji Ahl as-Sunnah. Sejarah telah menulis bagaimana kehancuran Islam dimulai dari perpecahan internal antar golongan di dalam Islam itu sendiri. Sehingga, di tengah carut-marut akhir zaman, seyogyanya persatuan umat muslim digalakkan kembali.

عليكم بالجماعة ، وإياكم والفرقة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد .من أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة .من سرته حسنته وساءته سيئته فذلكم المؤمن

“Berpeganglah pada al-Jama’ah dan tinggalkan kekelompokan. Karena setan itu bersama orang yang bersendirian dan setan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua. Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada al-Jama’ah. Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat maksiat maka itulah seorang mu’min” (HR. Tirmidzi 2165, ia berkata: “Hasan shahih gharib dengan sanad ini”)


Perbedaan adalah hal yang tak dapat dipungkiri. Apabila perbedaan tersebut masih sesuai dengan syariat, rangkul dan hargai pendapat mereka. Namun, apabila bertentangan, maka hendaknya dihapuskan dan dikembalikan ke jalan yang benar. Dengan menghargai dan meluruskan setiap perbedaan, semangat “al-Jama’ah” akan semakin menggelora.

Related Posts

Leave a Comment